Senin, 12 Desember 2011

UTS Hadits


Jawaban Ujian Tengah Semster
Mata Kuliah                : Ilmu Hadits
Dosen Pembimbing     : Dr. Ali Masrur, M.Ag.
Mahasiswa                  : Yus Yusuf Zaeni Taziri

1, Daniel W. Brown memandang akan adanya perbedaan dan pergeseran konsep sunnah pada masa generasi Islam awal dan pada masa klasik yakni pasca Imam Syafi’i (w. 204 H) adalah Pertama, bahwa pada masa ini sunnah Rasulullah saw berkuasa atas al-Qur’an. Padahal al-Quran merupakan sumber pertama dan hadits hanyalah berkedudukan setelahnya yaitu kedua. Keuda, Adanya keyakinan bahwa seluruh perkataan dan perbuatan Rasulullah merupakan hadits tanpa ada pengkajian lebih dalam lagi. Seperti sebagian pengikut Hanbali yang menjadikan meniru Rasulullah Saw dengan sangat detail sebagai masalah kewajiban hukum. Padahal Nabi bersabda: “Saya hanyalah manusia biasa. Jika saya memerintahkan sesuatu yang berkaitan dengan masalah agama, patuhilah, tetapi jika saya memrintahkan berdasarkan pendapat saya sendiri, saya hanyalah manusia biasa”. Ketiga, para faqih cenderung memakasakan pendapat mereka dengan menyandarkan kepada hadits Rasulullah yaitu mengganti argumen hadits dengan metode berfikir lainnya. Ini terbukti dengan banyaknya hadits-hadist palsu dan adanya ijma’. Keempat, pada masa ini sunnah tidak sesuai dengan masa Nabi dan sahabat karena mereka menerima akan pentingnya hadits tetapi di sisi lain berupaya menentang penerapannya yang seksama dalam praktik yang menjadikan hadits Rasulullah tidak eksklusif.

2, Tiga teori tentang kelahiran isnad:
a. Teori pertama yang diungkapkan oleh Caetani dan Sprenger adalah hadits pada permulaan penulisannya tidak menggunakan isnad dan tidak menyebutkan sumber-sumebernya kecuali al-Quran. Hal ini bisa terbukti dengan melihat kitab Tarikh ath-Thabari dengan penulisannya tanpa mencntumkan isnad-isnad yang kebanyakan sumbernya adalah dari Urwah orang pertama kali mmenghimpun hadits Nabi. Maka bisa disimpulkan bahwa pemakaian sanad baru diketahui ketika masa antara Urwah dan Ibn Ishaq.
b. Teori kedua yang diungkapkan oleh Horovitz dan Prof. J. Robson adalah bahwa isnad sudah digunakan ketika masa Urwah. Karena ketika masa itu telah banyak sahabat-sahabat yang telah meninggal. Sedang orang-orang yang tidak pernah bertemu dengan Nabi Saw akan ditanya oleh orang-orang yang mendengarnya, dari siapa mereka mendapatkan hadits-hadits itu. Hanya saja metode sanad secara detail tentulah berkembang sedikit demi sedikit setelah itu.
c. Teori Prof. Dr.  M.M. Azami adalah bahwa penulisan sanad itu bukan terjadi ketika Ibn Ishaq ataupun Urwah melainkan sudah terjadi ketika sebelum penulisan hadits sendiri dan bahkan sebelum Islam datang. Untuk menguatkan pendapatnya, dia menelaah karya-karya ulama terdahulu, khususnya selain kitab-kitab hadits. Maka dia menemukan bahwa pada kitab-kitab terdahulu sering membuang sebagian sanad untuk mempersingkat pembahasan kitab, mebuang semua sanad dan langsung menyebutkan haditsnya, terkadang dalam peulisan buku terdahulu ada yang menuliskan sanad secara utuh dan ada sebaliknya dan bahkan ada yang tidak menyebutkan hadis dan sanadnya sekaligus.
Perkembangan isnad pada masa belakangan akan menimbulkan banyaknya sanad hadits karena terus menjauhnya waktu dari Rasulullah Saw. Hal ini bisa kita teliti jika seorang guru saja memiliki lima murid saja maka pada masa selanjutnya bukan tidak mungkin sanadnya menjadi lima belas murid bahkan duapuluh. Dengan sedikit meriwayatkan berita itu melalui lebih dari satu sumber. Bentuk penyebaran itu tidak selalu tetap pada semua hadits dimana dalam masalah seperti ini mungkin hanya ada satu orang yang memiliki wewenang meriwayatkan pada tiap generasi, walaupun hal itu sangat jarang.
Azami dalam menelaah naskah Suhail ibn Abu Shalih menyatakan dan menyimpulkan bahwa dalam periwayatan hadits berdasarkan sanad akan selalu bertamabah sanadnya selaras dengan berjalannya waktu karena setiap guru memiliki murid dan murid akan memiliki murid dan ini serupa dengan mutasi yang terus membelah dua bahkan dalam sanad hadits lebih dari dua dang mungkin bisa mencapai duapuluh sampai tigapuluh. Sementara teks hadis yang mereka riwayatkan redaksinya sama. Azami berkesimpulan bahwa sangat mustahil menurut ukuran situasi dan kondisi pada saat itu mereka pernah berkumpul untuk membuat hadis palsu sehingga redaksinya sama. Dan sangat mustahil pula bila mereka masing-masing membuat hadis, kemudian oleh generasi berikutnya diketahui bahwa redaksi hadis yang mereka buat itu sama. Dan ini berbeda dan bertolak belakangan dengan kesimpulan Schacht baik dari rekontrulsi terbentuknya sanad dan matan hadits. Sebagai contoh, Azami mengemukakan hadis yang artinya di mana Nabi saw. bersabda : “ Apabila salah seorang di antara kamu bangun dari tidurnya, maka hendaknya ia mencuci tangannya, karena ia tidak tahu semalam tangannya berada di mana “. Hadis ini dalam naskah Suhail bin Abi Shaleh berada pada urutan nomor tujuh, dan pada jenjang pertama diriwayatkan oleh lima orang, yaitu Abu Hurairah, Ibn Umar, Jabir, Aisyah, dan Ali bin Abi Thalib. Abu Hurairah sendiri kemudian meriwayatkan hadis tersebut kepada 13 orang kedua. 13 orang kedua ini kemudian menyebar ke berbagai penjuru negeri Islam. 8 orang tetap tinggal di Madinah, seorang tinggal di Kufah, 2 orang tinggal di Basharah, seorang tinggal di Yaman, dan seorang lagi tinggal di Syam. Tiga belas orang kedua  ini kemudian meriwayatkan lagi kepada generasi krtiga, dan jumlah mereka menjadi tidak kurang dari 16 orang. Mereka tinggal di Madinah (6 orang), Bashrah (4 orang), Kufah (2 orang), Makkah (1 orang), Yaman (1 orang), Khurasan (1 orang), dan Himsh-Syam (1 orang). Maka mustahil 15 orang yang domisilinya terpencar-pencar di tujuh kota yang berjauhan itu pernah berkumpul pada satu saat untuk bersama-sama membuat hadits palsu yang redaksinya sama, atau mustahil pula, bila mereka secara sendiri-sendiri di kediamannya masing-masing membuat Hadis, dan kemudian diketahui bahwa bahwa redaksi hadits tersebut secara kebetulan sama. 16 orang rawi di atas adalah hanya dari jalur Abu Hurairah. Apabila jumlah rawi itu ditambah dengan rawi-rawi dari empat jalur lainnya, yaitu Ibn Umar, Jubir, Aisyah, dan Ali, maka jumlah perawi itu akan menjadi lebih banyak. Dengan demikian apa yang dikembangkan oleh Prof. Schacht dengan teorinya Projecting Back, yang mengemukakan bahwa sanad hadits itu baru terbentuk belakangan dan merupakan pelegitimasian pendapat para qadhi dalam menetapkan suatu hukum adalah tidak benar, hal ini sudah dibuktikan oleh Azami dengan penelitiannya bahwa sanad hadis itu memang muttashil sampai kepada rasulullah saw. melalui jalur-jalur yang telah disebutkan di atas. Hal ini membuktikan juga bahwa Hadis-hadis yang berkembang sekarang bukanlah buatan para qadhi, tetapi merupakan perbuatan atau ucapan Nabi.

3. Pembagian hadits berdasarkan kualitas periwayatan:
Hadits
Pengetian
Shahih
Lidzatihi
Hadits yang memenuhi lima sayarat hadits shahih yaitu sanad bersambung, adil, dhabith, dan terlepas dari syadz dan ilah
Lighairihi
Hadits hasan lidztihi yang diriwayatkan dengan jalan yang lain yang sepetinya atau lebih kuat darinya
Hasan
Lidzatihi
Hadits shahih yang didalamnya diriwayatkan oleh orang yang kurang dhabith atau sedikit dhabithnya
Lighairihi
Hadist dhaif yang diriwayatkan dengan jalan lain yang sepertinya atau lebih kuat dan bukan kedhaifannya dikarenakan fasiq atau kebohongan dari perawi
Dha’if
Hadits yang tidak memiliki sifat hadits hasan dikarenakan tidak adanya syarat hasan yang dimilikinya

Pembagian hadits dhaif berdasarkan inqithai sanad:
Hadits
Pengertian
Mua’llaq
Hadits yang hilang dari isnad pertamanya satu rawi atau lebih
Mursal
Hadits yang hilang akhir isnadnya dari tabi’in
Munqathi’
Hadits yang terputus isnadnya dari segalanya
Mu’dhal
Hadits yang hilang dari sanadnya dua atau lebih dari perawinya
Mudallas
Hadits yang menyembunyikan keburukan rawinya dan memperbaikinya



Pembagian hadits dhaif berdasar jarh ruwat:
Hadits
Pengertian
Maudhu’
Hadits yang dibuat-buat oleh para pendusta dan mereka menyandarkannya kepada Rosulullah
Matruk
Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang disangka suka berdusta

Munkar
Hadits yang di dalam isnadnya terdapat rawi ghalath, lalai, dan fasiq
Ma’ruf
Hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah dan berpalingan dengan yang diriwayatkan oleh rawi yang dhaif
Majhul
Hadits yang diketahui hanya seorang saja tanpa mengetahu jarh dan ta’dilnya
Mubham
Hadis yang tidak menyebutkan nama orang dalam rangkaian sanad-nya, baik lelaki maupun perempuan
Syadz dan Mahfudz
Hadits yang diriwayatkan maqbul yang berpalingan dengan yang lebih rendah
Mu’allal
Hadits yang terdapat ilah yang merusak akan keshahihannya
Mudraj
Hadits yang dirubah isnadnya atau matannya
Maqlub
Hadits yang adanya pergantian lafadz dengan lafadz lain dalam sanad hadits atau matannya, atau mendahulukan atau mengakhirkannya
Mushahhaf
Hadits yang dirubah kalimatnya dengan apa yang diriwayatkan orang yang lebih tsiqat, lafdz atau ma’na
Mudhtharib
Hadits yang diriwayatkan dengan jalan yang beragam dan sama dalam kekuatannya

4. Perkembangan  literatur hadits
a. Pada periode shahifah yaitu pada abad pertama adanya sikaf dari sahabat dan tabiin untuk menulis hadits-hadits Nabi tetapi di sisi lain mereka takut akan ketercampuran hadits-hadits dengan al-Quran. Walaupun begitu para sahabat telah memiliki naskah-naskahnya atau yang kita kenal dengan suhuf. Selanjutnya dengan perkembangan waktu dan telah terbukukukannya al-Quran dan telah banyak dari kaum Muslim yang telah hafal al-Quran maka telah hilanglah ketakutan akan ketercampuran penulisan hadits dengan al-Quran diberbagai daerah. Beberapa contoh dari suhuf ini adalah shahifah Hammam, Munabih, Abu Hurairah. Pada masa ini literatur hadis yang dihasilkan adalah tipe shahîfah, sebuah literatur hadis yang disusun secara acak tanpa berdasar pada topik atau bab tertentu. Pada saat itu, belum ada upaya sistematisasi dalam penyusunan kitab hadis.
b. Periode Mushannafat ini berbeda dengan periode shahifah yang dalam penulisan haditsnya belum  dikelompokan dan belum sistematis. Sedangkan pada masa mushannafat telah dikelompokan dan diindikasikan atas persoalan yang disusunnya. Walau pada masa ini masih tercampurnya antara hadits Nabi dengan tambahan hukum dari kibar ash-Shahabah dan tabiin
c. Peride musnad ini merupakan proses penyempurnaan dari periode mushannafat yang telah menyusunnya dan mensistematis hadits. Maka pada periode ini dengan penambahan sanad hadits agar lebih jelas akan dari mana hadits ini dan bisa sampai kepada hadits yang diriwayatkan Rasulullah. Adapun beberapa kitab-kitab yang dihimpun secara sanad adalah musnad Sulaiman, Daud ath-Thayalisi, As’ad ibn Musa, Ubaidillah, Musaddad al-Bashri, Nu’aym, Hammad al-Khaz’i al-Mishri dan musnad yang paling terkenal yaitu musnad Ahmad ibn Hanbal.
d. Periode shahih adalah periode lanjutan dari periode sanad yang perbedaannya adalah dalam penyusunan haditsnya telah berdasarkan kualitas dan kuantitas suatu hadits. Contoh dari kitab-kitab pada masa ini adalah kitab shahih al-Bukhari, shahih Muslim, Sunan an-Nasai dan lain sebagainya.
e. Periode syarh dan ikhtisar ini hanyalah merupakan gerakan penjelasan dan ikhtisar hadits-hadits Nabi, karena para ulama hadits pada masa ini telah menganggap bahwa seleksi hadits pada masa al-Bukhari telah mencapai punccaknya sehingga tugas kita hanyalah menyempurnakannya dengan menjelaskan dan merangkum hadits-hadits agar lebih mudah dipelajari.

1 komentar:

  1. Saya copy beberapa artikel dalam blog ini utk bahan bacaan studi saya... mohon diperkenankan.. Syukron dan jazakumullah khairan sebelumnya...

    BalasHapus