Jawaban Ujian Tengah Semster
Mata Kuliah :
Ilmu Hadits
Dosen Pembimbing :
Dr. Ali Masrur, M.Ag.
Mahasiswa :
Yus Yusuf Zaeni Taziri
1, Daniel W. Brown memandang akan adanya perbedaan
dan pergeseran konsep sunnah pada masa generasi Islam awal dan pada masa
klasik yakni pasca Imam Syafi’i (w. 204 H) adalah Pertama, bahwa pada
masa ini sunnah Rasulullah saw berkuasa atas al-Qur’an. Padahal al-Quran
merupakan sumber pertama dan hadits hanyalah berkedudukan setelahnya yaitu
kedua. Keuda, Adanya keyakinan bahwa seluruh perkataan dan perbuatan
Rasulullah merupakan hadits tanpa ada pengkajian lebih dalam lagi. Seperti
sebagian pengikut Hanbali yang menjadikan meniru Rasulullah Saw dengan sangat
detail sebagai masalah kewajiban hukum. Padahal Nabi bersabda: “Saya hanyalah
manusia biasa. Jika saya memerintahkan sesuatu yang berkaitan dengan masalah
agama, patuhilah, tetapi jika saya memrintahkan berdasarkan pendapat saya
sendiri, saya hanyalah manusia biasa”. Ketiga, para faqih cenderung
memakasakan pendapat mereka dengan menyandarkan kepada hadits Rasulullah yaitu
mengganti argumen hadits dengan metode berfikir lainnya. Ini terbukti dengan
banyaknya hadits-hadist palsu dan adanya ijma’. Keempat, pada masa ini
sunnah tidak sesuai dengan masa Nabi dan sahabat karena mereka menerima akan
pentingnya hadits tetapi di sisi lain berupaya menentang penerapannya yang
seksama dalam praktik yang menjadikan hadits Rasulullah tidak eksklusif.
2, Tiga teori tentang kelahiran isnad:
a. Teori pertama yang diungkapkan oleh Caetani dan
Sprenger adalah hadits pada permulaan penulisannya tidak menggunakan isnad
dan tidak menyebutkan sumber-sumebernya kecuali al-Quran. Hal ini bisa terbukti
dengan melihat kitab Tarikh ath-Thabari dengan penulisannya tanpa
mencntumkan isnad-isnad yang kebanyakan sumbernya adalah dari Urwah orang
pertama kali mmenghimpun hadits Nabi. Maka bisa disimpulkan bahwa pemakaian
sanad baru diketahui ketika masa antara Urwah dan Ibn Ishaq.
b. Teori kedua yang diungkapkan oleh Horovitz dan
Prof. J. Robson adalah bahwa isnad sudah digunakan ketika masa Urwah.
Karena ketika masa itu telah banyak sahabat-sahabat yang telah meninggal.
Sedang orang-orang yang tidak pernah bertemu dengan Nabi Saw akan ditanya oleh
orang-orang yang mendengarnya, dari siapa mereka mendapatkan hadits-hadits itu.
Hanya saja metode sanad secara detail tentulah berkembang sedikit demi sedikit
setelah itu.
c. Teori Prof. Dr.
M.M. Azami adalah bahwa penulisan sanad itu bukan terjadi ketika Ibn
Ishaq ataupun Urwah melainkan sudah terjadi ketika sebelum penulisan hadits
sendiri dan bahkan sebelum Islam datang. Untuk menguatkan pendapatnya, dia
menelaah karya-karya ulama terdahulu, khususnya selain kitab-kitab hadits. Maka
dia menemukan bahwa pada kitab-kitab terdahulu sering membuang sebagian sanad untuk
mempersingkat pembahasan kitab, mebuang semua sanad dan langsung menyebutkan
haditsnya, terkadang dalam peulisan buku terdahulu ada yang menuliskan sanad
secara utuh dan ada sebaliknya dan bahkan ada yang tidak menyebutkan hadis dan
sanadnya sekaligus.
Perkembangan isnad pada masa belakangan akan
menimbulkan banyaknya sanad hadits karena terus menjauhnya waktu dari
Rasulullah Saw. Hal ini bisa kita teliti jika seorang guru saja memiliki lima
murid saja maka pada masa selanjutnya bukan tidak mungkin sanadnya menjadi lima
belas murid bahkan duapuluh. Dengan sedikit meriwayatkan berita itu melalui lebih
dari satu sumber. Bentuk penyebaran itu tidak selalu tetap pada semua hadits
dimana dalam masalah seperti ini mungkin hanya ada satu orang yang memiliki
wewenang meriwayatkan pada tiap generasi, walaupun hal itu sangat jarang.
Azami dalam menelaah
naskah Suhail ibn Abu Shalih menyatakan dan menyimpulkan bahwa dalam
periwayatan hadits berdasarkan sanad akan selalu bertamabah sanadnya selaras
dengan berjalannya waktu karena setiap guru memiliki murid dan murid akan
memiliki murid dan ini serupa dengan mutasi yang terus membelah dua bahkan
dalam sanad hadits lebih dari dua dang mungkin bisa mencapai duapuluh sampai
tigapuluh. Sementara teks hadis yang mereka riwayatkan
redaksinya sama. Azami berkesimpulan bahwa sangat mustahil menurut ukuran
situasi dan kondisi pada saat itu mereka pernah berkumpul untuk membuat hadis
palsu sehingga redaksinya sama. Dan sangat mustahil pula bila mereka masing-masing
membuat hadis, kemudian oleh generasi berikutnya diketahui bahwa redaksi hadis
yang mereka buat itu sama. Dan ini berbeda dan bertolak belakangan dengan
kesimpulan Schacht baik dari rekontrulsi terbentuknya sanad dan matan hadits.
Sebagai contoh, Azami mengemukakan hadis yang
artinya di mana Nabi saw. bersabda : “ Apabila salah seorang di antara kamu
bangun dari tidurnya, maka hendaknya ia mencuci tangannya, karena ia tidak tahu
semalam tangannya berada di mana “. Hadis ini dalam naskah Suhail bin Abi
Shaleh berada pada urutan nomor tujuh, dan pada jenjang pertama diriwayatkan
oleh lima orang, yaitu Abu Hurairah, Ibn Umar, Jabir, Aisyah, dan Ali bin Abi
Thalib. Abu Hurairah sendiri kemudian meriwayatkan hadis tersebut kepada 13
orang kedua. 13 orang kedua ini kemudian menyebar ke berbagai penjuru negeri
Islam. 8 orang tetap tinggal di Madinah, seorang tinggal di Kufah, 2 orang
tinggal di Basharah, seorang tinggal di Yaman, dan seorang lagi tinggal di
Syam. Tiga belas orang kedua ini
kemudian meriwayatkan lagi kepada generasi krtiga, dan jumlah mereka menjadi
tidak kurang dari 16 orang. Mereka tinggal di Madinah (6 orang), Bashrah (4
orang), Kufah (2 orang), Makkah (1 orang), Yaman (1 orang), Khurasan (1 orang),
dan Himsh-Syam (1 orang). Maka mustahil 15 orang yang domisilinya
terpencar-pencar di tujuh kota yang berjauhan itu pernah berkumpul pada satu saat
untuk bersama-sama membuat hadits palsu yang redaksinya sama, atau mustahil
pula, bila mereka secara sendiri-sendiri di kediamannya masing-masing membuat
Hadis, dan kemudian diketahui bahwa bahwa redaksi hadits tersebut secara
kebetulan sama. 16 orang rawi di atas adalah hanya dari jalur Abu Hurairah.
Apabila jumlah rawi itu ditambah dengan rawi-rawi dari empat jalur lainnya,
yaitu Ibn Umar, Jubir, Aisyah, dan Ali, maka jumlah perawi itu akan menjadi
lebih banyak. Dengan demikian apa yang dikembangkan oleh Prof. Schacht dengan
teorinya Projecting Back, yang mengemukakan bahwa sanad hadits itu baru
terbentuk belakangan dan merupakan pelegitimasian pendapat para qadhi dalam menetapkan
suatu hukum adalah tidak benar, hal ini sudah dibuktikan oleh Azami dengan
penelitiannya bahwa sanad hadis itu memang muttashil sampai kepada rasulullah
saw. melalui jalur-jalur yang telah disebutkan di atas. Hal ini membuktikan
juga bahwa Hadis-hadis yang berkembang sekarang bukanlah buatan para qadhi,
tetapi merupakan perbuatan atau ucapan Nabi.
3. Pembagian hadits berdasarkan kualitas
periwayatan:
Hadits
|
Pengetian
|
|
Shahih
|
Lidzatihi
|
Hadits yang memenuhi lima sayarat hadits shahih yaitu sanad bersambung,
adil, dhabith, dan terlepas dari syadz dan ilah
|
Lighairihi
|
Hadits hasan lidztihi yang diriwayatkan dengan jalan yang lain yang
sepetinya atau lebih kuat darinya
|
|
Hasan
|
Lidzatihi
|
Hadits shahih yang didalamnya diriwayatkan oleh orang yang kurang dhabith
atau sedikit dhabithnya
|
Lighairihi
|
Hadist dhaif yang diriwayatkan dengan jalan lain yang sepertinya atau
lebih kuat dan bukan kedhaifannya dikarenakan fasiq atau kebohongan dari
perawi
|
|
Dha’if
|
Hadits yang tidak memiliki sifat hadits hasan dikarenakan tidak adanya
syarat hasan yang dimilikinya
|
Pembagian hadits dhaif berdasarkan inqithai sanad:
Hadits
|
Pengertian
|
Mua’llaq
|
Hadits yang hilang dari isnad pertamanya satu rawi atau lebih
|
Mursal
|
Hadits yang hilang akhir isnadnya dari tabi’in
|
Munqathi’
|
Hadits yang terputus isnadnya dari segalanya
|
Mu’dhal
|
Hadits yang hilang dari sanadnya dua atau lebih dari perawinya
|
Mudallas
|
Hadits yang menyembunyikan keburukan rawinya dan memperbaikinya
|
Pembagian hadits dhaif berdasar jarh ruwat:
Hadits
|
Pengertian
|
Maudhu’
|
Hadits yang dibuat-buat oleh para pendusta dan mereka menyandarkannya
kepada Rosulullah
|
Matruk
|
Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang disangka suka berdusta
|
Munkar
|
Hadits yang di dalam isnadnya terdapat rawi ghalath, lalai, dan fasiq
|
Ma’ruf
|
Hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah dan berpalingan dengan
yang diriwayatkan oleh rawi yang dhaif
|
Majhul
|
Hadits yang diketahui hanya seorang saja tanpa mengetahu jarh dan
ta’dilnya
|
Mubham
|
Hadis yang tidak menyebutkan nama orang dalam rangkaian sanad-nya,
baik lelaki maupun perempuan
|
Syadz dan Mahfudz
|
Hadits yang diriwayatkan maqbul yang berpalingan dengan yang lebih rendah
|
Mu’allal
|
Hadits yang terdapat ilah yang merusak akan keshahihannya
|
Mudraj
|
Hadits yang dirubah isnadnya atau matannya
|
Maqlub
|
Hadits yang adanya pergantian lafadz dengan lafadz lain dalam sanad
hadits atau matannya, atau mendahulukan atau mengakhirkannya
|
Mushahhaf
|
Hadits yang dirubah kalimatnya dengan apa yang diriwayatkan orang yang
lebih tsiqat, lafdz atau ma’na
|
Mudhtharib
|
Hadits yang diriwayatkan dengan jalan yang beragam dan sama dalam
kekuatannya
|
4. Perkembangan literatur hadits
a. Pada periode shahifah
yaitu pada abad pertama adanya sikaf dari sahabat dan tabiin untuk menulis
hadits-hadits Nabi tetapi di sisi lain mereka takut akan ketercampuran
hadits-hadits dengan al-Quran. Walaupun begitu para sahabat telah memiliki
naskah-naskahnya atau yang kita kenal dengan suhuf. Selanjutnya dengan
perkembangan waktu dan telah terbukukukannya al-Quran dan telah banyak dari
kaum Muslim yang telah hafal al-Quran maka telah hilanglah ketakutan akan
ketercampuran penulisan hadits dengan al-Quran diberbagai daerah. Beberapa
contoh dari suhuf ini adalah shahifah Hammam, Munabih, Abu Hurairah. Pada masa
ini literatur hadis yang dihasilkan adalah tipe shahîfah, sebuah literatur
hadis yang disusun secara acak tanpa berdasar pada topik atau bab tertentu.
Pada saat itu, belum ada upaya sistematisasi dalam penyusunan kitab hadis.
b. Periode Mushannafat
ini berbeda dengan periode shahifah yang dalam penulisan haditsnya belum dikelompokan dan belum sistematis. Sedangkan
pada masa mushannafat telah dikelompokan dan diindikasikan atas persoalan yang
disusunnya. Walau pada masa ini masih tercampurnya antara hadits Nabi dengan
tambahan hukum dari kibar ash-Shahabah dan tabiin
c. Peride musnad ini
merupakan proses penyempurnaan dari periode mushannafat yang telah menyusunnya
dan mensistematis hadits. Maka pada periode ini dengan penambahan sanad hadits
agar lebih jelas akan dari mana hadits ini dan bisa sampai kepada hadits yang
diriwayatkan Rasulullah. Adapun beberapa kitab-kitab yang dihimpun secara sanad
adalah musnad Sulaiman, Daud ath-Thayalisi, As’ad ibn Musa, Ubaidillah,
Musaddad al-Bashri, Nu’aym, Hammad al-Khaz’i al-Mishri dan musnad yang paling
terkenal yaitu musnad Ahmad ibn Hanbal.
d. Periode shahih adalah
periode lanjutan dari periode sanad yang perbedaannya adalah dalam penyusunan
haditsnya telah berdasarkan kualitas dan kuantitas suatu hadits. Contoh dari
kitab-kitab pada masa ini adalah kitab shahih al-Bukhari, shahih Muslim, Sunan
an-Nasai dan lain sebagainya.
e. Periode syarh dan
ikhtisar ini hanyalah merupakan gerakan penjelasan dan ikhtisar hadits-hadits
Nabi, karena para ulama hadits pada masa ini telah menganggap bahwa seleksi
hadits pada masa al-Bukhari telah mencapai punccaknya sehingga tugas kita
hanyalah menyempurnakannya dengan menjelaskan dan merangkum hadits-hadits agar
lebih mudah dipelajari.
Saya copy beberapa artikel dalam blog ini utk bahan bacaan studi saya... mohon diperkenankan.. Syukron dan jazakumullah khairan sebelumnya...
BalasHapus