Senin, 12 Desember 2011

HERMENEUTIKA


                         HERMENEUTIKA                    
Oleh: Amirul Bakhri

Pendahuluan

Al-Qur'an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat kelak. Dewasa ini muncul penafsiran baru didalam kajian islam yang berasal dari dunia luar islam sendiri yang bernama Hermeneutika. Agar tidak terjebak dalam pemikiran menerima atau menolak Hermeneutika, kita perlu mengkaji, menelaah dan mempelajarinya supaya tidak ada kesalahan dalam menyikapi hermeneutika tersebut.

Pengertian Istilah

Secara epistimologis Hermeneutik berasal dari kata kerja dalam bahasa yunani Hermeneuein yang berarti menafsirkan.[1] Lahirnya istilah Hermeneutik tidak lepas dari tokoh mitologis yunani kuno yang bernama Hermes yang ditugaskan menerjemahkan pesan-pesan dari dewa digunung Olympus kedalam bahasa manusia. Berdasarkan tugas Hermes itu maka Hermeneutik mengandung pengertian "proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti ".[2]

Berangkat dari pemahaman tersebut maka tampak kepada kita bahwa Hermeneutik adalah pembahasa tentang kaidah (teori) atau metode yang digunakan untuk memaknai atau menafsirkan suatu teks (pesan) agar didapatkan pemahaman yang benar, kemudian berusaha menyampaikannya kepada audien sesuai tingkat dan daya serap mereka.[3] Menurut Rudi al Hana Hermeneutika adalah disiplin ilmu filsafat yang berupaya menjelaskan, mengungkap, memahami dan menelusuri pesan dan pengertian dasar dan pengejawantahan dari suatu teks wacana dan realitas sehingga sampai pada isi, maksud dan makna sebenarnya.[4] 

Dalam perkembangannya, hermeneutika tak lagi dipahami sekadar makna bahasa, tetapi makna bahasa dan filsafat. Para teolog Yahudi dan Kristen menggunakan hermeneutika untuk memahami teks-teks Bible Tujuannya, untuk mencari nilai kebenaran Bible tersebut. Para teolog dari kalangan Yahudi dan Kristen mempertanyakan, apakah Bible itu kalam Tuhan atau kalam manusia? Ini karena banyaknya versi Bible dengan pengarang yang berbeda.[5]

Hermeneutika, Tafsir dan Takwil

Untuk mengetahui persamaan maupun perbedaan Hermeneutika dengan Ilmu Tafsir serta Takwil terlebih dahulu kita perlu mempelajari pengertian Ilmu Tafsir dan Takwil itu sendiri. Menurut Dr. Mahmud Ayub Tafsir adalah penjelasan umum sebuah ayat dengan untuk menemukan makna luarnya serta penerapannya. [6] sedangkan menurut Prof. Dr. Nashruddin Baidan, Tafsir adalah keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat al-Qur'an atau kitab suci lain sehingga lebih jelas maksudnya. Sedang Ilmu Tafsir menurutnya adalah ilmu yang membahas semua aspek yang berhubungan dengan penafsiran al-Qur'an,mulai dari sejarah turunnya al-Qur'an, sebab-sebab turunnya, qira'at, kaidah-kaidah tafsir, syarat-syarat mufassir, bentuk penafsiran, metodologi tafsir, corak penafsiran, dan sebagainya.[7] Sedangkan pengertian dari Takwil itu sendiri terdapat tiga pengertian antara lain :
  1. Takwil berarti menjelaskan makna harfiah teks.
  2. Takwil berarti mengiterpretasikan tentang sesuatu.
  3. Takwil berarti terbuktinya sesuatu yang kabur menjadi jelas.[8]

Menurut Abdul Muqsith Ghozali membagi Tafsir menjadi tiga model penafsiran :
  1. Tafsir tekstual skriptual
  2. Tafsir kontekstual historis
  3. Tafsir tranfomatif [9]

Tafsir Tekstual Skriptual
Yang dimaksud yang memandang teks sebagai kebenaran itu sendiri. Tafsir ini merupakan tafsir yang digunakan oleh para 'ulama dulu hingga sekarang.

Tafsir Kontekstual Historis
Menurut Arkoun dan Nasr Hamid al-Qur'an secara kultural adala terkonstruk secara kultural dan terstruktur secara historis artinya disamping memproduk budaya, al-Quran juga produk budaya.
            Contoh :
    1. tentang isra' mi'rajnya nabi, menurut Nasr Hamid masjid Aqso disitu tak lain adalah masjid nabawi di madinah.
    2. Sujudnya malaikat pada nabi Adam, dia mengatakan bahwa malaikat sebagai duta sitem dan pengontrol sunnah alam, menyimbolkan sujudnya alam pada manusia.
    3. Hukum cambuk bagi pezina, dia mengatakan bahwa ini berlaku bagi laki-laki atau perempuan yang tertangkap basah dan perbuatan itu sudah menjadi kebiasaan dan watak mereka.

Tafsir Tranformatif
Yang dimaksud Tafsir Tranformatif ialah tafsir yang memandang perubahan sebagai sarana untuk kebaikan kualitatif yang berujung pada kebaikan akhlak.
Contoh :
Masdar Farid melakukan tafsir trnformatif dalam hal zakat dan pajak. Zakat adalah konsep pajak dalam islam. Tidak ada pemisahan antara zakat dan pajak. Pada zaman rosul umat islam umat islam hanya mengenal stu bentuk pembayaran harta (wajib) yakni zakat. Sayangnya umat islam telah memisahkan kedua konsep itu sehingga timbul dalam diri umat islam yang mengeluarkan pajak seolah membayar untuk kepentingan dunia tidak mendapat pahala ukhrowi. Untuk itu Masdar menyarankan agar setiap membaya pajak diniati dalam hati untuk berzakat.    

  
    


Hermeneutik mempunyai tujuan yang sangat luhur yaitu menjelaskan kepada umat suatu ajaran sejelas-jelasnya dan sejujur-jujurnya dalam bahasa yang dimengerti oleh umat itu sendiri. Dari itu seorang Hermeneut (pengikut Hermeneutik) harus memahami secara mendalam dan utuh tentang teks yang akan disampaikan nya kepada umat.[10]

Dalam Hermeneuti terdapat tiga prinsip pokok yang disebut Triadic Stucture yakni satu struktur yang terdiri atas tiga unsur yang berkaitan dalam proses penafsiran yaitu teks, interpreter, audien (penerima tafsir). Ketiga aspek tersebut secara implisit berisi tiga konsep pokok antara lain:
  1. membicarakan hakikat sebuah teks.
  2. apakah interpreternya memahami teks dengan baik.
  3. bagaimana suatu penafsiran dapat dibatasi oleh asumsi-asumsi dasar serta kepercayaan atau wawasan para audien.[11]

Ketiga unsur pokok yang menjadi pilar utama dalam teori Hermeneutik itu tidak jauh beda dari yang dipakai para 'ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur'an Ibnu Taimiyah misalnya menyatakan dalam setiap proses penafsirannya harus memperhatikan tiga hal berikut:
  1. Siapa yang menyabdakannya.
  2. kepada ayat itu diturunkan.
  3. ayat itu ditujukan kepada siapa.[12]

Ilmu Tafsir juga mempunyai tujuan yang sama dengan Hermeneutik yakni ingin menjelaskan suatu teks sejujurnya dan seobjektif mungkin. Karena itulah Rosulullah mengancam kepada [13]para sahabat dan generasi yang akan datang kemudian jika berani menafsirkan al-Qur'an dengan secara serampangan berdasarkan pemikiran semata (hawa nafsu).

Perbedaan Hermeneutika dengan ilmu tafsir

Sebelum membahas perbedaan Hermeneutika dengan ilmu tafsir, kita perlu memgetahui ilmutafsir itu sendiri. Tafsir adalah keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat al-Qur'an sehingga lebih jelas maknanya. Sedangkan Ilmu Tafsir ialah ilmu yang membahas semua aspek yang berhubungan dengan penafsiran al-Qur'an mulai dari sejarah turunnya al-Qur'an, sebab-sebab turunnya al-Qur'an, qiraat, kaidah-kaidah tafsir, syarat-syarat mufassir, bentuk penafsiran, metodologi tafsir, corak penafsiran, dsb.   


Lafal Hermeneutika adalah derivasi (musytaq) dari Bahasa Yunani dari akar kata hermeneuin, artinya menafsirkan. Al-Farabi mengartikannya dengan lafal Arab al-ibaroh (ungkapan). Hermeneias dimaknakan oleh Aristotle dalam karyanya, Kategoriai, bermakna pembahasan tentang peran ungkapan dalam memahami pemikiran, juga tentang satuan-satuan bahasa seperti kata benda, kata kerja, kalimat, ungkapan (proposition) dan lain-lain yang berkaitan dengan tata bahasa. Jadi semula, Hermeneutika hanyalah melulu mengenai makna bahasa semata. Kemudian Hermeneutika berubah dari makna bahasa ke makna teologi Yunani, kemudian teologi Yahudi dan Kristen, kemudian kini ke makna istilah filsafat

The New Encyclopedia Britanica menulis, bahwa hermeneutika adalah studi prinsip-prinsip general tentang interpretasi Bible (the study of the general principle of biblical interpretation). Tujuan dari hermeneutika adalah untuk menemukan kebenaran dan nilai-nilai dalam Bible.

Kemudian Dr UgiSuharto menandaskan: Di dalam Al-Qur’an ada ayat-ayat yang muhkamat, ada ushul ajaran Islam, ada hal-hal yang bersifat tsawabit, semua ayat-ayatnya adalah qoth’iy al-tsubut al-wurud. Dan bagian-bagiannya ada yang menunjukkan qoth’iy al-dilalah ada perkara-perkara yang termasuk dalam al-ma’lum min al-din bi al-dhoruroh. Ada sesuatu yang ijma’ mengenai al-Qur’an, dan ada yang difahami sebagai Al-Qur’an yang disampaikan dengan jalan mutawatir, yang semuanya itu dapat difahami dan dimengerti oleh kaum Muslimin dengan derajat yakin bahwasanya itu adalah ajaran Al-Qur’an yang dikehendaki oleh Allah. Apabila filsafat hermeneutika digunakan kepada Al-Qur’an, maka yang muhkamat akan menjadi mutasyabihat, yang ushul menjadi furu’, yang tsawabit menjadi mutaghoyyarot, yang qoth’iy menjadi dhonniy, yang ma’lum menjadi majhul, yang ijma’ menjadi ikhtilaf, yang mutawatir menjadi ahad, dan yang yaqin menjadi dhonn bahkan syakk. Alasannya sederhana saja, yaitu filsafat hermeneutika tidak membuat pengecualian terhadap hal-hal yang axiomatic di atas. (Islamia, vol 1, 2004, halaman 52).

hermeneutika itu berbeda dengan tafsir ataupun takwil dalam tradisi Islam. Hermeneutika tidak sesuai untuk kajian al-Qur’an, baik dalam arti teologis atau filosofis. Dalam arti teologis, hermeneutika akan berakhir dengan mempersoalkan ayat-ayat yang dhahir dari al-Qur’an dan menganggapnya sebagai problematic. Di antara kesan hermeneutika teologis ini adalah adanya keragu-raguan terhadap mushaf Utsmani yang telah disepakati oleh seluruh kaum Muslimin, baik oleh Muslim Sunni ataupun Syi’ah, sebagai “tekstus recheptus” (teks yang telah disepakati).

Hermeneutik itu ketika masuk ke Yahudi dan Kristen untuk menafsiri Bible menimbulkan kekacauan.
Hasil dari kekacauan yang ditimbulkan hermeneutic adalah kemenangan tradisi Barat yang sekuler dan mau lepas dari agama.
Kemenangan tradisi Barat itu membawa hermeneutic menjadi falsafi, dan muncul berbagai corak hermeneutic falsafi.

buku Fiqih Lintas Agama oleh Paramadina pimpinan Nurcholis Madjid dengan dana dari The Asia Foundation, 2003. Isinya mengatasnamakan hukum Islam, namun menentang ayat-ayat terutama ayat yang menegaskan hanya Islamlah agama di sisi Allah, larangan menikah dengan musyrikin/musyrikat dan kafirin, serta larangan waris mewarisi antara muslim dan kafir. Semuanya itu ditolak. Bahkan lebih gila lagi, buku Draf Kompilasi Hukum Islam yang disusun Tim Gender Departemen Agama pimpinan Dr Musdah Mulia (wanita) itu menentang hukum-hukum Islam, di antaranya lelaki pun dikenai iddah 130 hari, poligami dilarang, tapi nikah mut’ah boleh, waris lelaki dan perempuan sama, dan mahar juga dibayar oleh wanita, sedang hak talak juga dipegang wanita pula.

Padahal Nabi Muhammad saw telah marah kepada Umar bin Khatthab ra ketika membawa selembar kertas berisi Taurat, dan Nabi saw menegaskan bahwa wahyu yang beliau bawa lebih suci, bahkan seandainya Musa as masih hidup pun tidak ada kelonggaran lagi kecuali mengikuti Nabi Muhammad saw. Itu saja tentang wahyu (Taurat), bukan sekadar metodenya untuk memahami teksnya yang mereka sebut hermeneutik yang diambil dari nama dewa Yunani, Hermes, dalam kepercayaan kemusyrikan.

Dalam kasus orang-orang liberal mengambil hermeneutika untuk diadopsi sebagai metode tafsir teks ayat dalam Islam ini benar-benar meniru orang-orang di luar Islam. Pertama hermeneutika itu sendiri dari Yunani lalu dimasukkan dalam mitologi Yunani, kemudian diadopsi ke Kristen dengan teologi Kristen, lalu diadopsi Barat dengan filsafat Barat menjadi hermeneutika falsafi.
Di Kristen, dengan pakai metode hermeneutika itu maka telah terjadi kekacauan yaitu pecahnya orang Kristen jadi dua: Kristen dan Katolik. Kristen memakai hermeneutika literal (hakiki/ makna harfiyah sebenarnya) berhadapan dengan Katolik yang cenderung pakai hermeneutic alegoris alias majazi/ kiasan. Lalu dua-duanya, Kristen dan katolik itupun dilibas oleh Barat yang pada dasarnya sekuler (laa diini) dan mau melepaskan diri dari agama. Pelibasan Barat terhadap Kristen dan Katolik itupun pakai hermeneutic yaitu hermeneutic falsafi model Barat yang sebenarnya anti agama itu.

Barat yang menjadikan hawa nafsu dan otaknya sebagai tuhannya itu mereka berkendaraan teori antrophosentrisme, yaitu manusia inilah yang jadi pusat pertimbangan. Ketika diaduk dengan humanisme, lalu dimunculkan secara internasional dengan istilah apa yang mereka sebut HAM (hak-hak asasi manusia). Dalam berkendaraan politik maka mereka memakai apa yang mereka sebut demokrasi

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS Al-Maaidah: 50).

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqoroh: 257).



















    




[1] Rudi al-Hana, Qualita Ahsana jurnal penelitian ilmu-ilmu keialaman, lembaga penelitan IAIN Sunan Ampel, Semarang, vol.3, April 2006, h.82.   

                [2] Prof. Dr. Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Pustaka Pelajar, Jakarta, cet.1, th.2005, h.72.
[3]  Ibid, h.72.
[4] Rudi al Hana, Qualita Ahsana jurnal penelitian ilmu-ilmu keislaman, h. 10.
[5] Hartono Ahmad Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN, Pustaka al-Kautsar, Jakarta (www.geocities.com).
[6]  Dr. Mahmud Ayub, Qur'an dan Penafsirannya, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1992, h.32.
[7] Prof. Dr. Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Pustaka Pelajar,  h..67

[8] Ensiklopedia Dunia Islam (pemikiran dan peradaban), PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
[9] Quaita Ahsana, Qualita Ahsana jurnal penelitian ilmu-ilmu keislaman, h.92.
[10] Ibid, h.74.

[11] Ibid, h.75.

[12] Ibid, h.75.
  
[13] Ibid, h.76.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar