Senin, 12 Desember 2011

MACAM-MACAM PENELITIAN TAFSIR


MACAM-MACAM PENELITIAN TAFSIR
Oleh : Hari Santoso
PENDAHULUAN
Penelitian tafsir berarti berupaya untuk menjelaskan dan mengungkapkan maksud dan kandungan Al-Quran.oleh karena obyek tafsir adalah al-Quran, di mana merupakan sumber pertama ajaran islam sekaligus petunjuk bagi manusia.
Para ulama telah meneliti dan melakukan pembagian tentang kitab-kitab karangan menyangkut al-Quran yang terbagi menjadi empat macam, sebagai berikut :
1.      Tafsir tahlily
2.      Tafsir Ijmaly
3.      Tafsir muqarin
4.      Tafsir maudhu’i
Metode analitis (tahlili)
Ialah menafsirkan ayat-ayat AlQuran dari segala segi dan makna,[1] dengan memaparkan segala aspek yang terkandung didalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna makna yang tercakup di dalamnnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[2]
Ciri-ciri metode tahlili
Penafsiran yang mengikuti metode ini berusaha menjelaskan makna yang terkandung didalam ayat-ayat Al-Quran secara komprehensif dan menyeluruh,dari berbagai disiplin ilmu seperti teologi, fiqh,bahasa, sastra, dan sebagainya dalam penafsiran tersebut, Al-Quran ditafsirkan ayat demi ayat dan surah-demi surah secara berurutan, serta menerangkan asbab al-nuzul, serta penafsiran-penafsiran yang pernah diberikan oleh nabi SAW, sahabat, tabiin, tabi’al-tabi’in, dan para ahli tafsir lainnya.metode ini banyak dipergunakan oleh kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu.
Kelebihan metode analitis
a.       Ruang lingkup yang luas, dikarenakan mufasir dalam metode ini mempunyai ruang lingkup yang teramat luas dari bebagai disiplin ilmu.
b.      Memuat berbagai ide, tafsir dengan metode analitis memberikan kesempatan yang luas kepada mufasir untuk mencurahkan ide-ide dan gagasan dalam menafsirkan Al-Quran.
Kekurangan metode analitis
a.       Menjadikan petunjuk Al-Quran parsial, sehingga terasa seakan-akan Al-Quran memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan pada suatu ayat berbeda dari penafsiran yang diberikan pada ayat-ayat lain yang sama dengannya.
b.      Melahirkan penafsiran subjektif, dikarenakan mufasir diberikan peluang yang sangat besar dalam metode ini untuk mengemukakan ide-ide dan pemikirannya, terkadang mefasir tidak sadar telah menafsirkan Al- Quran secara subjektif, dan tidak mustahil pula ada diantara mereka yang menafsirkan Al-Quran sesuai hawa nafsunya tanpa mengindahkan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku.
c.       Masuk pemikiran israiliat[3] dikarenakan metode tahlili tidak membatasi mufasir dalam mengemukakan pemikiran-pemikiran tafsirnya, maka berbagai pemikiran dapat masuk ke dalamnya, tidak terkecuali pemikiran israiliat.
Metode Ijmali (Global)
Ialah menjelaskan ayat-ayat Al-Quran secara ringkas tapi mencakup, dengan bahasa mudah dimengerti,dan enak dibaca.
Sistematika penulisannya menuruti susunan ayat-ayat di dalam mush-haf. Disamping itu, penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa A-Quran sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar A-Quran padahal yang didengarnya itu adalah tafsirannya.

Ciri-ciri metode global
Mufasir hanya menafsirkan suatu ayat secara ringkas dan singkat, tanpa uraian yang detail, tanpa perbandingan dan tidak pula mengikuti suatu tema tertentu. Mufasir hanya menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain yang dikehendaki[4]
Kelebihan dan kekurangan metode global
Kelebihan metode ijmali
a.       Praktis dan mudah dipahami, tanpa berbelit-belit pemahaman Al-Quran segera dapat disserap oleh  pembacanya,
b.      Bebas dari penafsiran israiliyyat, dikarenakan singkatnya penafsiran yang diberikan, tafsir ijmali relatif leih murni dan terbebas dari pemikiran- pemikiran israiliat.
c.       Akrab dengan bahasa Al-Quran, uraian yang dimuat di dalam tafsir ijmali terasa amat singkat dan padat, sehingga pembaca tidak merasakan  bahwa dia telah membaca kitab tafsir.

Kekurangan metode ijmali
a.       Menjadikan petunjuk Al-Quran bersifat parsial, Al-Quran merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga satu ayat dengan ayat yang lain membentuk satu pengertian yang utuh, hal-hal yang global atau samar-samar di dalam suatu ayat, maka pada ayat yang lain ada penjelasan yang lebih rinci.
b.      Tak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yamg memadai,                              
Metode komparatif (muqarin)
1.      Membandingkan teks (nash) ayat-ayat Al-Quran yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama.
2.      Membandingkan ayat Al-Quran dengan hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan
3.      Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan Al-Quran.

Ciri-ciri metode komparatif
Perbandingan adalah ciri utama bagi metode komparatif, inilah yang membedakan antara netode ini dengan metode-metode lainnya. Jika suatu penafsiran dilakukan tnpa memperbandingkan berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tafsir, maka pola semacam iitu tak dapat disebut metode komparatif. mufasir dengan metode komparatif dituntut mampu menganalisis pendapat-pendapat para ulama tafsir yang ia kemukakan untuk kemudian mengambil sikap menerima penafsiran yang dinilai benar dan menolak penafsiran yang tidak dapat diterima oleh rasionya serta menjelaskan kepada pembaca alasan dari sikap yang diambilnya,[5]
Kelebihan metode komparatif
a.       Memberikan wawasan penafsiran yang relatif lebih luas.
b.      Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang kadang-kadang kontradiktif. Sehingga dapat mengurangi fanatisme yang berlebihan kepada suatu madzhab atau aliran tertentu.
c.       Sangat cocok untuk mereka yang ingin memperluas dan memdalami penafsiran Al-Quran.
d.      Dengan metode komparatif, mufasir didorong untuk mengkaji berbagai ayat dan hadis, serta pendapat-pendapat para mufasir yang lain.sehingga penafsiran yang diberikannya relatif lebih terjamin kebenarannya dan lebih dapat dipercaya.
Kekurangan metode komparatif
a.       Penafsiran yang memakai metode komparatif tidak dapat diberikan kepada pemula, seperti mereka yang sedang belajar pada tingkat sekolah menengah ke bawah. Karena pembahasan yang dikemukakan didalamnnyaterlalu luas dan kadang-kadang terlalu ekstrim.
b.      Kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh di masyarakat, karena metode ini lebih mengutamakan perbandingan daruipada pemecahan masalah.
c.       Lebih banyak menelusuri penafsiran penafsiran yang pernah diberikan oleh ulama-ulama daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru.

Metode tematik (maudhu’i)
Ialah membahas ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainnya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung dengan dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Ciri-ciri metode tematik
Yang menjadi ciri utama dari metode ini ialah menonjolkan tema, judul atau topik pembahasan.jadi mufasir mencari tema-tema yang beredar di masyarakat atau berasal dari Al-Quran itu sendiri.
Langkah-langkah yang harus ditempuh seorang mufasir untuk menempuh metode ini
1.      Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut
2.      Menelusuri latar belakang turun (asbab nuzul)ayat-ayat yang telah dihimpun (kalau ada).
3.      Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam ayat tersebut.
4.      Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman berbagai aliran dan pendapat para mufasir, baik yang klasik maupun kontemporer.
5.      Semua itu dikaji dengan secara tuntas dan serksama dengan menggunakan penalaran yang objektif[6]
Kelebihan metode tematik
a.       Menjawab tantangan zaman, kajian metode tematik ditujukan untuk menyelesajkan permasalahan. Itulah sebabnya metode ini mengkaji semua ayat Al-Quran yang berbicara tentang kasus yang dibahas secara tuntas. Dari berbagai aspeknya.
b.      Paraktis dan sistematis, tafsir dengan metode tematik disusun secara praktis dan sistematis dalam memecahkan permasalahan yang timbul.
c.       Dinamis, sesuai dengan tuntutan zaman sehingga terasa sekali bahwa Al-Quran selalu aktual, tak pernah ketinggalan zaman.
d.      Membuat pemahaman menjadi utuh, dengan diterapkan judul-judul yang akan dibahas, maka pemahaman ayat-ayat Al-Quran dapat diserap secara utuh.
Kekurangan metode tematik
a.       Memenggal ayat Al-Quran, yaitu mengambil satu kasus yang terdapat di dalam satu ayat atau lebih yang mengandung banyak permasalanan yang berbeda, misalnya petunjuk tentang shalat dan zakat.
b.      Membatasi pemahaman ayat, dengan ditetapkannya judul penafsiran, maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas tersebut.
Referensi
al-A’ridl, Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi Tafsir,  th. 1994, Rajawali Pers, Jakarta
Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Quran, th. 2000, Pustaka Pelajar,  Yogyakarta
Baidan, Nashruddin, Wawasan Baru Ilmun Tafsir, th. 2005, Pustaka Pelajar,  Yogyakarta



[1] Ali Hasan al-aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, hal. 41, th. 1994, Rajawali Pers, Jakarta
[2] Nashruddin baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, hal. 31, th. 2000, Pustaka Pelajar,  Yogyakarta
[3] Israiliat ”segala sesuatu yang bersumber dari kebudayaan Yahudi atau Nasrani, baik yang termaktub di dalam kitab Taurat, Injil dan penafsiran-penafsirannya maupun pendpat orang-orang Yahudi atau Nashranimengenai ajaran agama mereka”.
[4] Ali Hasan al-aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, hal. 73, th. 1994, Rajawali Pers, Jakarta
[5] Ibid., hl. 76.
[6] Nashruddin baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, hal. 152, th. 2000, Pustaka Pelajar,  Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar