MACAM-MACAM PENELITIAN TAFSIR
Oleh : Hari Santoso
PENDAHULUAN
Penelitian tafsir berarti berupaya untuk
menjelaskan dan mengungkapkan maksud dan kandungan Al-Quran.oleh karena obyek
tafsir adalah al-Quran, di mana merupakan sumber pertama ajaran islam sekaligus
petunjuk bagi manusia.
Para ulama telah meneliti dan melakukan
pembagian tentang kitab-kitab karangan menyangkut al-Quran yang terbagi menjadi
empat macam, sebagai berikut :
1. Tafsir tahlily
2. Tafsir Ijmaly
3. Tafsir muqarin
4. Tafsir maudhu’i
Metode analitis (tahlili)
Ialah menafsirkan ayat-ayat AlQuran dari
segala segi dan makna,[1] dengan
memaparkan segala aspek yang terkandung didalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu
serta menerangkan makna makna yang tercakup di dalamnnya sesuai dengan keahlian
dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[2]
Ciri-ciri metode tahlili
Penafsiran yang mengikuti metode ini berusaha
menjelaskan makna yang terkandung didalam ayat-ayat Al-Quran secara
komprehensif dan menyeluruh,dari berbagai disiplin ilmu seperti teologi,
fiqh,bahasa, sastra, dan sebagainya dalam penafsiran tersebut, Al-Quran ditafsirkan
ayat demi ayat dan surah-demi surah secara berurutan, serta menerangkan asbab
al-nuzul, serta penafsiran-penafsiran yang pernah diberikan oleh nabi SAW, sahabat,
tabiin, tabi’al-tabi’in, dan para ahli tafsir lainnya.metode ini banyak
dipergunakan oleh kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu.
Kelebihan metode analitis
a. Ruang lingkup yang luas, dikarenakan mufasir
dalam metode ini mempunyai ruang lingkup yang teramat luas dari bebagai
disiplin ilmu.
b. Memuat berbagai ide, tafsir dengan metode
analitis memberikan kesempatan yang luas kepada mufasir untuk mencurahkan
ide-ide dan gagasan dalam menafsirkan Al-Quran.
Kekurangan metode analitis
a. Menjadikan petunjuk Al-Quran parsial, sehingga
terasa seakan-akan Al-Quran memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak
konsisten karena penafsiran yang diberikan pada suatu ayat berbeda dari
penafsiran yang diberikan pada ayat-ayat lain yang sama dengannya.
b. Melahirkan penafsiran subjektif, dikarenakan
mufasir diberikan peluang yang sangat besar dalam metode ini untuk mengemukakan
ide-ide dan pemikirannya, terkadang mefasir tidak sadar telah menafsirkan Al-
Quran secara subjektif, dan tidak mustahil pula ada diantara mereka yang
menafsirkan Al-Quran sesuai hawa nafsunya tanpa mengindahkan kaidah-kaidah atau
norma-norma yang berlaku.
c. Masuk pemikiran israiliat[3]
dikarenakan metode tahlili tidak membatasi mufasir dalam mengemukakan
pemikiran-pemikiran tafsirnya, maka berbagai pemikiran dapat masuk ke dalamnya,
tidak terkecuali pemikiran israiliat.
Metode Ijmali (Global)
Ialah menjelaskan ayat-ayat Al-Quran secara
ringkas tapi mencakup, dengan bahasa mudah dimengerti,dan enak dibaca.
Sistematika penulisannya menuruti susunan
ayat-ayat di dalam mush-haf. Disamping itu, penyajiannya tidak terlalu jauh
dari gaya bahasa A-Quran sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih
tetap mendengar A-Quran padahal yang didengarnya itu adalah tafsirannya.
Ciri-ciri metode global
Mufasir hanya menafsirkan suatu ayat secara
ringkas dan singkat, tanpa uraian yang detail, tanpa perbandingan dan tidak
pula mengikuti suatu tema tertentu. Mufasir hanya menjelaskan sebatas artinya
tanpa menyinggung hal-hal selain yang dikehendaki[4]
Kelebihan dan kekurangan metode global
Kelebihan metode ijmali
a. Praktis dan mudah dipahami, tanpa
berbelit-belit pemahaman Al-Quran segera dapat disserap oleh pembacanya,
b. Bebas dari penafsiran israiliyyat, dikarenakan
singkatnya penafsiran yang diberikan, tafsir ijmali relatif leih murni dan
terbebas dari pemikiran- pemikiran israiliat.
c. Akrab dengan bahasa Al-Quran, uraian yang
dimuat di dalam tafsir ijmali terasa amat singkat dan padat, sehingga pembaca
tidak merasakan bahwa dia telah membaca
kitab tafsir.
Kekurangan metode ijmali
a. Menjadikan petunjuk Al-Quran bersifat parsial,
Al-Quran merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga satu ayat dengan ayat yang
lain membentuk satu pengertian yang utuh, hal-hal yang global atau samar-samar
di dalam suatu ayat, maka pada ayat yang lain ada penjelasan yang lebih rinci.
b. Tak ada ruangan untuk mengemukakan analisis
yamg memadai,
Metode komparatif (muqarin)
1. Membandingkan teks (nash) ayat-ayat Al-Quran
yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan
atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama.
2. Membandingkan ayat Al-Quran dengan hadis yang
pada lahirnya terlihat bertentangan
3. Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir
dalam menafsirkan Al-Quran.
Ciri-ciri metode komparatif
Perbandingan adalah ciri utama bagi metode
komparatif, inilah yang membedakan antara netode ini dengan metode-metode
lainnya. Jika suatu penafsiran dilakukan tnpa memperbandingkan berbagai
pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tafsir, maka pola semacam iitu tak
dapat disebut metode komparatif. mufasir dengan metode komparatif dituntut
mampu menganalisis pendapat-pendapat para ulama tafsir yang ia kemukakan untuk
kemudian mengambil sikap menerima penafsiran yang dinilai benar dan menolak
penafsiran yang tidak dapat diterima oleh rasionya serta menjelaskan kepada
pembaca alasan dari sikap yang diambilnya,[5]
Kelebihan metode komparatif
a. Memberikan wawasan penafsiran yang relatif lebih
luas.
b. Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran
terhadap pendapat orang lain yang kadang-kadang kontradiktif. Sehingga dapat
mengurangi fanatisme yang berlebihan kepada suatu madzhab atau aliran tertentu.
c. Sangat cocok untuk mereka yang ingin
memperluas dan memdalami penafsiran Al-Quran.
d. Dengan metode komparatif, mufasir didorong
untuk mengkaji berbagai ayat dan hadis, serta pendapat-pendapat para mufasir
yang lain.sehingga penafsiran yang diberikannya relatif lebih terjamin
kebenarannya dan lebih dapat dipercaya.
Kekurangan metode komparatif
a. Penafsiran yang memakai metode komparatif
tidak dapat diberikan kepada pemula, seperti mereka yang sedang belajar pada
tingkat sekolah menengah ke bawah. Karena pembahasan yang dikemukakan
didalamnnyaterlalu luas dan kadang-kadang terlalu ekstrim.
b. Kurang dapat diandalkan untuk menjawab
permasalahan sosial yang tumbuh di masyarakat, karena metode ini lebih
mengutamakan perbandingan daruipada pemecahan masalah.
c. Lebih banyak menelusuri penafsiran penafsiran
yang pernah diberikan oleh ulama-ulama daripada mengemukakan
penafsiran-penafsiran baru.
Metode tematik (maudhu’i)
Ialah membahas ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan tema atau judul yang telah
ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun kemudian dikaji secara mendalam
dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul,
kosakata, dan sebagainnya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta
didukung dengan dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Ciri-ciri metode tematik
Yang menjadi ciri utama dari metode ini ialah
menonjolkan tema, judul atau topik pembahasan.jadi mufasir mencari tema-tema
yang beredar di masyarakat atau berasal dari Al-Quran itu sendiri.
Langkah-langkah yang harus ditempuh seorang
mufasir untuk menempuh metode ini
1. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan
judul tersebut
2. Menelusuri latar belakang turun (asbab
nuzul)ayat-ayat yang telah dihimpun (kalau ada).
3. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat
yang dipakai dalam ayat tersebut.
4. Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari
pemahaman berbagai aliran dan pendapat para mufasir, baik yang klasik maupun
kontemporer.
5. Semua itu dikaji dengan secara tuntas dan
serksama dengan menggunakan penalaran yang objektif[6]
Kelebihan metode tematik
a. Menjawab tantangan zaman, kajian metode
tematik ditujukan untuk menyelesajkan permasalahan. Itulah sebabnya metode ini
mengkaji semua ayat Al-Quran yang berbicara tentang kasus yang dibahas secara
tuntas. Dari berbagai aspeknya.
b. Paraktis dan sistematis, tafsir dengan metode
tematik disusun secara praktis dan sistematis dalam memecahkan permasalahan
yang timbul.
c. Dinamis, sesuai dengan tuntutan zaman sehingga
terasa sekali bahwa Al-Quran selalu aktual, tak pernah ketinggalan zaman.
d. Membuat pemahaman menjadi utuh, dengan diterapkan
judul-judul yang akan dibahas, maka pemahaman ayat-ayat Al-Quran dapat diserap
secara utuh.
Kekurangan metode tematik
a. Memenggal ayat Al-Quran, yaitu mengambil satu
kasus yang terdapat di dalam satu ayat atau lebih yang mengandung banyak
permasalanan yang berbeda, misalnya petunjuk tentang shalat dan zakat.
b. Membatasi pemahaman ayat, dengan ditetapkannya
judul penafsiran, maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan
yang dibahas tersebut.
Referensi
al-A’ridl, Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi
Tafsir, th. 1994, Rajawali Pers,
Jakarta
Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Quran,
th. 2000, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Baidan, Nashruddin, Wawasan Baru Ilmun Tafsir, th.
2005, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
[2] Nashruddin baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, hal. 31, th.
2000, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
[3] Israiliat ”segala sesuatu yang bersumber dari
kebudayaan Yahudi atau Nasrani, baik yang termaktub di dalam kitab Taurat, Injil
dan penafsiran-penafsirannya maupun pendpat orang-orang Yahudi atau Nashranimengenai
ajaran agama mereka”.
[6] Nashruddin baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, hal. 152, th.
2000, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar