KEUTAMAAN JIHAD DIJALAN ALLAH
Oleh: Yus Yusuf ZT
A. Pendahuluan
Hadis
adalah sumber ajaran Islam kedua bagi
umat muslim setelah al-Qur’an. Sebagaiman telah ditegaskan oleh Rasullullah Saw
dalam sebuah hadis yang berbunyi:
تَرَكْتُ
فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضَلُّوْا بَعْدَهُمَا كِتَابُ اللهِ وَسُنَّتِى لَنْ يَتَفَرَّقَا.....الحَدِيْث
(رواه الحاكم عن ابي هريرة).
Artinya;
Aku
tinggalakan pada kalian dua hal, (selama kalian berpegang teguh pada keduanya)
niscaya kalian tak akan sesat sesudahnya yakni kitab Allah(al-Qur’an) dan
sunnahku, dan tidak berpisah keduanya…(H.R. Hakim dari Abi Hurairah).
Namun
berbeda antara keduanya, al-Qur’an yang qoth’i al-wurud, yang bisa
keseluruhannya dijadikan hujah tanpa diteleti ulang kesahihannya. Sedangkan
hadis harus diteleti ulang untuk menegetahui kesahihannya dan kelemahannya. Hal
itu dikarenakan pada abad kedua hijrah dimana sebelumnya hadis diriwayatkan sezara
lisan atau dari mulut kemulut. Sehingga keotentikan dan kesahihan suatu hadis
memerlukan penelitian baik dari segi
sanad ataupun matan agar diketahui apakah hadis itu bisa diterima sebagai hujah atau sebaliknya.[1]
Permasalahan
jihad dinegara kita banyak sekali disalah artikan baik oleh individu bahkan
golongan. Seperti FPI, NU dll, mereka mengatakan kami berjihad begitu pula NU
yang dijendrali oleh Gus Dur, Tetapi kok keduanya saling berdebat dan
menyalahkan antara keduanya bahkan berani mengkafirkan.
Oleh
karena itu sang penulis ingin meneliti hadis jihad agar dapat mengambil
kesimpulan yang baik tentang jihad yang benar menurut jalan kritik sanad dan
matan.
B.
Teks Dan Sanad Hadis
Sebelum
kita berlanjut pada kritik sanad dan matan lebih baiknya kita mencantumkan
terlebih dahulu matan hadis yang akan dikaji. Matan hadis ini diriwayatkan oleh
Bukhari, yaitu:
حَدَثَنَا
اَبُوْ الْيَمَانِ اَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنِ الزُّهْرِى قَالَ: حَدَّثَنِى عَطَاءُ
بنُ يَزِيْدَ اللَيْثِى اَنَّ اَبَا سَعِيْدٍ الْخُدْرِىَّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ حَدَّثَهُ
قَالَ: قِيْلَ يَا رَسُوْلُ اللهِ اَىُّ النَّاسِ اَفْضَلُ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (مُؤْمِنٌ يُجَاهِدُ فِى سَبِيْلِ اللهِ بِنَفْسِهِ
وَمَالِهِ) قَالُوْا ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: (مُؤْمِنٌ فِى شَعْبٍ مِنَ الشِّعَابِ
يَتَّقِى اللهَ وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ.(رواه البخارى).[2]
Artinya:
Mewartakan kepada kami ِAbu
al-Yaman, mewartakan kepada kami Syua’ib dari az-Zuhri berkata: mewartakan
kepada saya ‘Atho bin Yazid al-Laysi, bahwa
Aba Sa’id al-Khudri RA telah mewartakan kepadanya, ia berkata:
Rasullullah Saw ditanya, “Siapa manusia yang paling sempurna?” Rasul menjawab, “Mukmin
yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya” Orang-orang bertanya
lagi “lalu siapa?” Rasul menjawab, “Mukmin yang terasingkan karena bertaqwa
kepada Allah dan menghindari orang banyak agar ia tidak terlanda kejelekan”.[3]
Matan hadis yang diriwayatkan at-Tirmidzi:
حَدَثَنَا
اَبُوْ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا الوَلِيْد بْنُ مُسْلِمٍ عَنِ الْاَوْزَاعِى حَدَثَنِى
الزُّهْرِى عَنْ عَطَاء بْنُ يَزِيْدِ اللَيْثِى عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ الخُدْرِى قَالَ:
سُئِلَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَمَ, اَيُّ النَّاسِ اَفْضَلُ؟ قَالَ:
رَجُلٌ يَجَاهِدُ فِى سَبِيْلِ الله, قَالُوْا ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: مُؤْمِنٌ فِى شَعْبٍ
مِنَ الشِّعَابِ يَتَّقِى رَبَّهُ وَيَدَعُ النَاسَ مِنْ شَرِّهِ.
Artinya:
Mewartakan kepada kami Abu ‘Ammar,
mewartakan kepada kami al-Walid bin Muslim dari al-Awza’I, mewartakan kepadaku
az-Zuhri dari ‘Atho bin Yazid al-Laysi dari Abi Sa’id al-Khudri berkata:
Rasullullah saw ditanya: “Siapa manusia yang paling sempurna?” Rasul menjawab,
“Mukmin yang berjihad di jalan Allah, Orang-orang bertanya lagi “lalu siapa?”
Rasul menjawab, “Mukmin yang terasingkan karena bertaqwa kepada Allah dan
menghindari orang banyak agar ia tidak terlanda kejelekan”.[4]
C.
Kritik
Sanad Dan Matan
Hadis terdiri dari sanad dan matan. Keduanya
merupakan hal yang tidak dipisahkan. Jadi untuk mengetahui kesahihan suatu
hadis diperlukan penelitian dan pendalaman atas kedunya agar ditemukan suatu
kesimpulan yang baik dan benar.
Penelitian sanad ini diperlukan terutama karena hadis pada masa Rasul hanya
dihafal dan disampaikan secara lisan. Ada dua hal pokok yang berkaitan dengan
kritk sanad yang akan dilakukan disini yaitu persambungan sanad dan kepribadian
perawi.
Persambungan sanad akan dikaji melalui biografi para
perawi yang telah disusun oleh para muhadisin. Disamping itu juga kan dilihat
dari shigat tahammul-nya. Ulama hadis sepakat bahwa shigat tahmmul melalui
pendengaran dan bacaan langsung dinilai lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk
penyampaian lainnya.[5]
Masalah selanjutnya yang perlu dikritisi adalah
kepribadian perawi yang meliputi keadilan (kejujuran), kedhabitan (kekuatan
hafalan), tidak syadz (tidak melenceng dari shahih) dan tidak berillat
(tidak cacat). Keadilan dan kedabitan perawi dapat dilihat dari biografinya.
Sedangkan keterbebasan rawi dari syadz dapat dilihat dengan cara
membandingkannya dengan riwayat-riwayat lain dari hadis tersebut yang lebih
kuat. Adapun ‘illat para perawi meliputi kebohongan, kelalaian dan kelemahan
hafalan (ingatan).
Dari sudut matan ada beberapa hal yang perlu
dikritisi yakni tidak adanya syadz dan cacat (‘illat) dalam matan
tersebut. Syadz dapat diketahui dengan cara mambandungkan suatu matan hadis
dengan matan lainnya yang lebih sahih sanadnya dari hadis yang pertama.
Sedangkan cacat pada matan dikarenakan adanya wahm dikalangan perawi.[6]
Menurut Shalahuddin ada beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya wahm yaitu:
1.
Sahabat
menyampaikan hadis yang pernah didengarnya dari Nabi Saw dan tidak
mengetahuinya bahwa hal tersebut sudah mansukh.
2.
Terdapat
pertukaran letak antara dua kata atau kalimat.
3.
Kalimat
atau ucapan perawi tersisip di dalam matan hadis.
4.
Kurang
cermat menggunakan lafal sehingga berbeda dengan makana yang dimaksud
(dalam periwayatan bil-almakna).
5.
Meriwayatkan
sesuatu yang ia sendiri tidak mendengarnya dari Nabi.
Demikianlah yang perlu diperhatikan dalam pengkajian
kritik sanad dan matan pada suatu hadis. Dengan ini diharapkan dapat diketahui
kualitas atau status hadis tersebut untuk dapat dijadikan hujah (landasan hukum).
Ø
Pengenalan
Rawi
Pengenalan Rawi Pada Hadis Bukhari:
1)
Abu
al-Yaman al-Hakam bin Nafi’ al-Bahrani
al-Himsi.
Gurunya: Syua’ib bin Abi Hamzah, dll.
Muridnya: al-Bukhari, dll.
Jarh dan Ta`dil: ِAbdurrahman
bin Abi Hatim berkata: Tsiqoh soduq. Ahmad bin Abdillah al-‘Ijliyi berkta: laa
bas a bih. Anas ad-duriyu, Abu Bakr bin Abi Khaisumah berkata dia tsiqoh. Abu
Zur’ah mengtakan laa basa bih. Dan telah disebutkan oleh ibnu Hibban fi kitabi
tsiqoot.
2)
Syua’ib
bin Abi Hamzah, namanya adalah Dinar,
at-Turaysiu al-Umawi, bekas budak dari Abu Bisyr al-Himsiy.
Gurunya: Ishaq bin ‘Abdullah bin Abi Farwah, Zaid
bin Asalam, Abi Zinad ‘Abdullah bin dzakwan, ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman bin Abi
Husain, ‘Abdullah bin Umar al-Quraysyiu, ‘Abdul ‘Ala bin Abi Amrah, ‘Abdul
Wahab bin Bukht, ‘Ikramah bin Khalid
al-Makhzumiyu, Ghailan bin Anas, Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri,
Muhammad bin al-Munkadir, Muhammad bin al-Walid az-Zubaidiy, Nafi’ maula ibnu
Umar, Hisyam bin Urwah,Yazid bin Yazid bin Jabar.
Muridnya: Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad al-Fazari, Anaknya
Bisyr bin Syua’ib bin Abi Hamzah, Baqitah bin al-Walid, Abu al-Yaman
al-Hakam bin Nafi’ al-Bahraniy, Abu Haiwah Syuraih bin Yazid al-Hadrami,
Abu Qotadah Abdullah bin Waqid, Abdullah bin Yazid al-Bakriy, Usman bin Sa’id
bin kasir bin Dinar al-Himsiy, Ali bin Abas al-Himsi, Muhammad bin Sulaiman bin
Abi Daud al-Harrani, Miskin bin Bukair dan al-Walid bin Muslim.
Jarh dan Ta`dil: al-mufadhal bin Ghassan menyatakan
ia menghafal hadis sebanyak 1700 hadis. Abu Zur’ah ad-dimisqi menyatkan ia
diatasnya Yunus dan setara dengan az-Zubaiditu. Abu Bakr al-Astam dari Ahmad
bin Hanbal: Bahwa tulisan dalam bukunya sama précis dari syakal dan
lainnya. Muhammad bin Ali al-Juzjani
dari Ahmad bin Hanbal: sabtun salihul
hadis.
3)
Az-Zuhriy (Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin
Abdillah bin Syihab bin Abdilllah bin al-Haris bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah
bin Ka’b bin Lu’y bin Ghalib al-Quraisyiu az-Zuhri, Abu Bakr al-Madaniy.
Gurunya: Aban bin Usman bin ‘Affan, Ibrahim bin
Abdullah bin Hunain, Ibrahim bin Abdirrahman bin ‘Auf, Ismail bin Muhammad bin
Sa’d bin Abi Waqos, Anas bin Malik,
Uwais bin Abi Uwais, Atho bin Yazid al-Laisiy, dll.
Muridnya: Aban bin Shalih, Ibrahim bin Isma’il bin
Mujamma’, Ibrahim bin sa’d az-Zuhri, Ibrahim bin Abi Ablah, Ibrahim bin Nasyit
al-Wa’laniy, Syua’aib, dll.
Jarh dan Ta’dil: Abdurrahman bin Abi az-Zinad
mengatakan kami ketawa bersama. Ibrahim bin Sa’ad dari Muhammad bin Ikramah
menyatakan apabila ia telah menghafal hadis maka ia merobek ruqahnya. Ahmad bin
sinan al-Qoththon dari Abdurrahaman bin Mahdi menyatakan dia orang yang pintar
dan alim. Abdurrahman bin Ishaq dari az-Zuhri: Saya tidak ada keraguan pada
hadis-hadis kecuali satu.Abu Bakr bin Manjauyah menyatakan dia melihat sepuluh
dari sahabat Nabi dan dialah yang paling hafal pada masanya dan paling baik
siyaknya dalam matan-matannya. Muhammad bin Sa’ad mengatakan az-zuhri tsiqoh.
Abdurrahman mengatakan tidak ada orang yang paling pandai dari az-zuhri. Nasai
mengatakan yang paling hasan sanadnya ada empat yaitu: Az-Zuhri dari Ali bin
Husain, dari Husain bin Ali, dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah Saw dll.
4)
‘Atho
bin Yazid al-Laisi, al-Janda’iyu, Abu Muhammad, dan dikatakan: Abu zaid al-madani,
dan dikatakan pula as-Syami.
Gurunya: Tamim ad-Dari, Humran bin Aban (maula Usman
bin Affan), Ubaidullah bin Adi bin bin al-Khiyar, Abi Ayub al-Anshari, Ai
Sa’labah al-Khusyaniyi, Abi Sa’id al-Khudri, Abi Hurairah.
Muridnya: Ismail bin Ubaidillah bin Abi al-Mahajir, Jamil
bin Abi Maimunah, Dzakwan bin Abi Shalih as-saman, Ibnuhu Sulaiman bin Atho bin
Yazid, Suhail bin Abi Shalih, Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri,
Hilal bin Maimun ar-Ramali, Abu Ubaid Hajib Sulaiman bin Abdilmalik.
Jarh dan ta’dil: Ali bin al_madani mengatakan dia
tsiqoh. An_nasai mengatakan juga tsiqoh. Muhammad bin Sa’ad menyatkan ia
meriwayatkan banyak hadis.
5)
Aba
Sa’id al-Khudri, (Sa’d bin Malik bin Sinan bin Ubaid bin Tsa’labah bin Ubaid
bin al-Abjar, Dia adalah Khudrah bin Auf bin al-Haris bin al-Khajraj
al-Anshari, Abu Sa’id al-Khudri, Sahabat Rasul).
Gurunya: Nabi Saw, Usaid bin Hudhair, Jabir
bin Abdullah, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Salam, Abdullah bin Abas, Usman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khatab, Akhihi liummhi Qotadah bin Nu’man,
wa abihi Malik bin Sinan, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Abi Bakr as-Sidiq, Abi
Qotadah al-Anshri, Abu Musa al-Asy’ari.
Muridnya: Ibrahim an_nakha’I, Mursal, Ismail bin Abi
idris, al-Aghra Abu Muslim, Aflah(maula Abi Ayub al-Anshari), Ayub bi Basyir
al-Anshari al-Mu’awiyi, Basyr bin Said, Atho bin Yazid, Atho bin
Yasar, ‘Athiyah al-‘Aufi, dll.
Jarh dan Ta`dil: Handhlah bin Abi Sufyan menyatakan
dia adalah orang yang paling faqih (pandai dalam ilmu fiqh) dari
sahabat-sahabat Nabi. Abu Umar bin Abdulbarri mengatakan ia dalah salah seorang
yang hafal hadis dengan sangat banyak. Sedangkan Abu al-Muhaimin bin Abas bin
Sahl mengaskan ia adalah salah seorang yang membaiat Nabi pada hadis” lata’khudna
fi llah lumatan laim”.
Pengenalan Rawi Pada
Hadis At-Tirmidzi:
1)
Abu
‘Ammar (al-Husain bin Hurais bin al-Husain bin Tsabit bin Qutbah al-Khuza’i,
Abu Ammar al-Marwaziy maula Imran bin Husain).
Gurunya: Ismail bin Ulyah, Us bin al-Aslamiy, Jarir bin Abdil Hamid, Sa’id bin Salim
al-Qoddah, Sufyan bin Uyaynah, Abdullah
bin al-Mubarak, Abdullah bin Nafi bin Tsabit az-Zubairi, Abdurrahim bin Zaid
al-Ammi, al-Walid bin Muslim, Yahya bin Sulaimath-Thaifi, dll.
Muridnya: Ibnu Majah, Abu Daud, Ibrahim bin Muhammad
bin al-Hasan bin Matwaih al-Asbahaniy,
Ahamad bin Musa al-Jauhari, al-Bagdadi, Ishaq bin Ibrahim bin Ismail
al-Bustiyu al-Qodhi, Ishaq bin Bunan, Muhammad bin Ali al-Hakim at-Tirmidzi,
Muhammad bin Harun al-Hadhrami, dll.
Jarh dan Ta’dil: An-Nasai mengatakan dia seorang
yang tsiqoh. Abu Hatim menyebutkannya dalam kitab Tsiqoot.
2)
Al-Walid
bin Muslim al-Quraisyi, Abu al-Abbas ad-Damasyqi maula bani Umayyah.
Gurunya: Ishaq bin Abdillah bin abi Farwah, Ishaq
bin Ubaidillah bin Abi Mulaikah, Abi Rafi’ Ismail bin Rafi’ al-Madani, Syabah
bin al-Ahnaf al-Awza’I, Abi al-mu’la Sakhra bin Jandal al-Bairuti al-Qodhi,
dll.
Muridnya: Ibrahim bin Ayub al-Haurani, Ibrahim bin
al-‘Ala az-Zubaidi, Ibrahim bin al-Mundar, Ishaq bin Musa al-Anshari, Abu ‘Ammar
al-Husain bin Huraits, al-Hakam bin al-Mubarak, dll.
Jarh dan Ta’dil: Muhammad bin Said dia mengatakan
tsiqoh dalam kebanyakan hadis. Ahmad bin abi al-Hawari mengatakan ia sangat berilmu.
Abu Zur’ah mengatkan dia termasuk hafidz hadis. Al-‘Ijliyu menyatakan ia
seorang yang tsiqoh.
3)
Al-Awza’i(Syaibah
bin al-Ahnaf al-Awza’I, Abu an-Nadhri asy-syami).
Gurunya: Abi Salam Ausud.
Muridnya:
Muhammad bin Syua’ib bin Syabur, Hisyam Abu Abdullah, al-Walid bin Muslim.
Jarh
dan Ta’dil: Abu Zar’ah menatakan ia seorang yang sanat berilmu. Ibnu Hibban
menyatakan ia siqoh dalam kitabnya tsiqooh, Abu Hatim menyatakan: saya telah
mendenar Duhaiman mengatkan: saya belum pernah mendenar dari al-Walid bin
Muslim dari hadis Syabah bin al-Ahnaf satupun.
Adapun
Az-Zuhri, ‘Atho bin Yazid al-Laisi dan Abi Sa’id al-Khudri telah dijelaskan
diatas sebelumnya pad ahadis Bukhari.
Ø Kritik Sanad
1)
Jika
kita perhatikan hadis diatas dengan teliti niscaya kita menemukan lambang
periwayatan yang digunakan oleh para perawi terlihat bahwa mereka menggunakan
tiga lambing yakni حدثنا/ حدثنى, اخبرنا/
اخبرنى dan
عن .
2)
Maka
ini telah menjadi bukti adanya ilqo (pertemuan) antara perawi yang satu dengan
yang lainnya karena periwayatan diatas telah disepakati oleh ulama hadis
sebagai perlambang adanya pertemuan muka antara keduanya.
3)
Pada
hadis Bukhari kami menyimpulkan bahwa hadis ini hadis yang siqoh dan bisa
disebut sahih.
4)
Tetapi
pada hadis at-Tirmidzi, walupun berlambangkan حدثنا/
حدثنى, اخبرنا/ اخبرنى dan عن . Belum bisa disebut sahih, karena setelah
kami teliti dari persambungan antara perawi yang satu dengan lainnya ada yang
tidak bersambung. Yang terletak pada al-Awza’i dan Az-Zuhri, pada tahdibul
kamal dsebutkan atau dituliskan bahwa al-Awza’i tidak mempunyai guru yang
bernama az-Zuhri begitu pula sebaliknya.
Berangkat dari pengenalan rawi dan analisa sanad
diatas terlihat bahwa seluruh rawi dari hadis ini tsiqoh. Walaupun ada yang
menilai bahwa az-Zuhri sering ketawa, tetapi hal ini tidak mempengaruhi akan
ketsiqohannya karena banyak dari muhadisin yang menilainya tisqoh. Hal ini
dapat kita lihat dari biografi atau riwayat hidup mereka. Sedangkan dari sudut ketersambungan bahwa
terlihat sanadnya muttashil pada hadis Bukhari. Hal ini tampak antara sanad
yang satu dengan sanad diatasnya yang berstatus guru dan murid. Dengan demikian
dari segi sanad hadis ini berstatus sahih. Tetapi pada hadis at-Tirmidzi, hadis
tersebut munqothi’. Maka kita dapat menyimpulkan bahwa hadis tersebut adalah
hadis sahih hasan dikarenakan adanya pertentangan status hadis yang sahih dan
yang munqothi.
Ø
Kritik
Matan.
Meskipun sanad hadis yang diteliti diatas
berkualitas sahih hasan, tidak mesti matannya juga sahih hasan, oleh karena itu
kegiatan selanjutnya adalah meneliti matan hadis yang dimaksud. Karena hadis
ini hanya satu terdapat di sahih bukhari, maka tidak diperlukan al-tarjih[7],
al-jam’u al-taufiq[8],
nasikh wa mansukh[9]
dan at-taufiq[10].
Dalam konteks diatas, bahwa manusia yang paling
utama adalah mukmin yang berjihad dijalan Allah dengan jiwa dan hartanya.
Tetapi hadis itu hanya berlaku pada waktu-waktu yang dikhusukan, dan ulama
lebih utama.[11]Kita
bisa melihat pada zaman sekarang bahwa hal yang lebih diutamakan adalah
pendidikan dan pengajaran. Jihad bukan hanya dimedan perang saja akan tetapi
mencari ilmu juga bisa dibilang berjihad bahkan dengan pena sekalipun.
Sedangkan setelahnya yaitu Mukmin yang terasingkan
karena bertaqwa kepada Allah dan menghindari orang banyak agar ia tidak
terlanda kejelekan. Tetapi para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian
ulama mengatakan menghindari orang banyak dan mengasingkan diri dari keramaian
dikarenakan takut terbawa atau terjadi fitna itulah orang yang utama. Sebagian
dari lainnya mengatkan orang yang utama adalah yang bergaul dengan mereka dan
membawa mereka kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan atau maksiat, dan ini
sesuai dengan jumhur ulama berdasarkan hadis Nabi Saw yang berbunyi: Orang
mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas cobaan mereka (keburukan), maka pahalanya lebih besar dari orang mukmin
yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak dapat bersabar akan cobaan dari
mereka.[12]
D.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan
hadis ini dari segi sanadnya sahih hasan. Dilihat dari segi matannya juga sahih
hasan tetapi harus melihat sikon dan zaman. Begitu pula dalam pengasingan dari
kemaksiatan itu juga perlu melihat sikon, jika imannya kuat maka ia boleh
bergaul dan berdakawah untuk mengajak kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan.
Maka hadis ini bisa dijadikan pegangan atau hujah tetapi dengan syarat harus
melihat kondisi dan waktu.
E.
Refrensi
Abi
Abdillah Muhammad bin Ismail ibnu Ibrahim al-Mughirah bin Bardzabah al-Bukhari
al-Ja’fiyi, Sahih al-Bukhari al-Juzu ats-tsalis, Darulkutub al-‘ilmiyah,
Bairut, Lebanon, tt.
Abu
‘Isa Mahmud bin ‘Isa bin Surah at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi al-Jami’
as-Sahih Juz 3, Thaha Safutra, semarang, Indonesia, tt
Al-Imam
al-‘Alamah Badruddin Abi Muhammad Mahmud bin Ahmad al-‘Ainiyi, Umdatu al-Quro
(Syrhu Shahihi al-Bukhari) juz 13, Dar al-Fikr, tt.
Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadzi al-Hadisi
an-Nabawi.
Imam
az-zabidi, Mukhtashar Sahih Bukhari (Ringkasan Sahih Bukhari), Pustaka
Amam, Jakarta, 2002.
Jamaluddin
Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mazyi, Tahdib al-Kamal fii asmai ar-rijal, Dar-alFikr,
Lebanon, Beirut, tt.
Nashruddin
Baidan, Relasi Gender Dalam Islam, Pustaka Studi Islam STAIN Surakarta,
PressJakarta,2002.
[1] Nashruddin Baidan, Relasi
Gender Dalam Islam, Pustaka Studi Islam STAIN Surakarta, PressJakarta,2002,
hal 86.
[2] Abi Abdillah Muhammad
bin Ismail ibnu Ibrahim al-Mughirah bin Bardzabah al-Bukhari al-Ja’fiyi, Sahih
al-Bukhari al-Juzu ats-tsalis, Darulkutub al-‘ilmiyah, Bairut, Lebanon, tt.
Hal 272.
[3] Imam az-zabidi, Mukhtashar
Sahih Bukhari (Ringkasan Sahih Bukhari), Pustaka Amam, Jakarta, 2002, hal, 574.
[4] Abu ‘Isa Mahmud bin ‘Isa bin Surah at-Tirmidzi, Sunan
at-Tirmidzi al-Jami’ as-Sahih Juz 3, Thaha Safutra, semarang, Indonesia,
tt. Hal 105-106.
[5] Dikutip oleh Erwati
Aziz dalam Relasi Gender dalam Islam, dari Muhammad ‘Ajaj al-Khathib, Ushul
al-Hadis ‘Ulumuhu wa Musthalahuhu, Beirut, Dar al-Fikr, 1975, p. 24.
[6] Dikutip oeh Erwati
Aziz dari Shalahuddin ibn Ahmad al-Adhabi, Manhaj Naqd al-Matan, Bairut,
Dar al-Afaz al-Jadidah, 1983, p.106.
[7] Al-tarjih adalah
meneliti dan menentukan petunjuk hadis
yang memiliki argumen yang lebih kuat.
[8] Yaitu kedua hadis
yang tampak bertentangan itu dikompromikan, atau sama-sama diamalkan sesuai
konteksnya.
[9] Yaitu petunjuk hadis
yang satu dinyatakan sebagai “penghapus”, sedang hadis yang satunya lagi
sebagai “yang dihapus.
[10] Yaitu menunggu sampai
ada petunjuk atau dalil lain yang dapat menjernihkan dan menyelesaikan
pertentangan.
[11] Al-Imam al-‘Alamah
Badruddin Abi Muhammad Mahmud bin Ahmad al-‘Ainiyi, Umdatu al-Quro (Syrhu
Shahihi al-Bukhari) juz 13, Dar al-Fikr, tt, hal 83.
[12] Ibid, 84.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar