Senin, 12 Desember 2011

Keutamaan Jihad di Jalan Allah


KEUTAMAAN JIHAD DIJALAN ALLAH
Oleh: Yus Yusuf ZT

A. Pendahuluan
Hadis adalah sumber ajaran Islam kedua  bagi umat muslim setelah al-Qur’an. Sebagaiman telah ditegaskan oleh Rasullullah Saw dalam sebuah hadis yang berbunyi:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضَلُّوْا بَعْدَهُمَا كِتَابُ اللهِ وَسُنَّتِى لَنْ يَتَفَرَّقَا.....الحَدِيْث (رواه الحاكم عن ابي هريرة).
Artinya;
Aku tinggalakan pada kalian dua hal, (selama kalian berpegang teguh pada keduanya) niscaya kalian tak akan sesat sesudahnya yakni kitab Allah(al-Qur’an) dan sunnahku, dan tidak berpisah keduanya…(H.R. Hakim dari Abi Hurairah).
Namun berbeda antara keduanya, al-Qur’an yang qoth’i al-wurud, yang bisa keseluruhannya dijadikan hujah tanpa diteleti ulang kesahihannya. Sedangkan hadis harus diteleti ulang untuk menegetahui kesahihannya dan kelemahannya. Hal itu dikarenakan pada abad kedua hijrah dimana sebelumnya hadis diriwayatkan sezara lisan atau dari mulut kemulut. Sehingga keotentikan dan kesahihan suatu hadis memerlukan penelitian  baik dari segi sanad ataupun matan agar diketahui apakah hadis itu bisa diterima  sebagai hujah atau sebaliknya.[1]
Permasalahan jihad dinegara kita banyak sekali disalah artikan baik oleh individu bahkan golongan. Seperti FPI, NU dll, mereka mengatakan kami berjihad begitu pula NU yang dijendrali oleh Gus Dur, Tetapi kok keduanya saling berdebat dan menyalahkan antara keduanya bahkan berani mengkafirkan.
Oleh karena itu sang penulis ingin meneliti hadis jihad agar dapat mengambil kesimpulan yang baik tentang jihad yang benar menurut jalan kritik sanad dan matan.
B.     Teks Dan Sanad Hadis
Sebelum kita berlanjut pada kritik sanad dan matan lebih baiknya kita mencantumkan terlebih dahulu matan hadis yang akan dikaji. Matan hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, yaitu:
حَدَثَنَا اَبُوْ الْيَمَانِ اَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنِ الزُّهْرِى قَالَ: حَدَّثَنِى عَطَاءُ بنُ يَزِيْدَ اللَيْثِى اَنَّ اَبَا سَعِيْدٍ الْخُدْرِىَّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ حَدَّثَهُ قَالَ: قِيْلَ يَا رَسُوْلُ اللهِ اَىُّ النَّاسِ اَفْضَلُ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (مُؤْمِنٌ يُجَاهِدُ فِى سَبِيْلِ اللهِ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ) قَالُوْا ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: (مُؤْمِنٌ فِى شَعْبٍ مِنَ الشِّعَابِ يَتَّقِى اللهَ وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ.(رواه البخارى).[2]
Artinya:
Mewartakan kepada kami ِAbu al-Yaman, mewartakan kepada kami Syua’ib dari az-Zuhri berkata: mewartakan kepada saya ‘Atho bin Yazid al-Laysi, bahwa  Aba Sa’id al-Khudri RA telah mewartakan kepadanya, ia berkata: Rasullullah Saw ditanya, “Siapa manusia yang paling sempurna?” Rasul menjawab, “Mukmin yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya” Orang-orang bertanya lagi “lalu siapa?” Rasul menjawab, “Mukmin yang terasingkan karena bertaqwa kepada Allah dan menghindari orang banyak agar ia tidak terlanda kejelekan”.[3]
Matan hadis yang diriwayatkan at-Tirmidzi:
حَدَثَنَا اَبُوْ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا الوَلِيْد بْنُ مُسْلِمٍ عَنِ الْاَوْزَاعِى حَدَثَنِى الزُّهْرِى عَنْ عَطَاء بْنُ يَزِيْدِ اللَيْثِى عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ الخُدْرِى قَالَ: سُئِلَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَمَ, اَيُّ النَّاسِ اَفْضَلُ؟ قَالَ: رَجُلٌ يَجَاهِدُ فِى سَبِيْلِ الله, قَالُوْا ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: مُؤْمِنٌ فِى شَعْبٍ مِنَ الشِّعَابِ يَتَّقِى رَبَّهُ وَيَدَعُ النَاسَ مِنْ شَرِّهِ.


Artinya:
Mewartakan kepada kami Abu ‘Ammar, mewartakan kepada kami al-Walid bin Muslim dari al-Awza’I, mewartakan kepadaku az-Zuhri dari ‘Atho bin Yazid al-Laysi dari Abi Sa’id al-Khudri berkata: Rasullullah saw ditanya: “Siapa manusia yang paling sempurna?” Rasul menjawab, “Mukmin yang berjihad di jalan Allah, Orang-orang bertanya lagi “lalu siapa?” Rasul menjawab, “Mukmin yang terasingkan karena bertaqwa kepada Allah dan menghindari orang banyak agar ia tidak terlanda kejelekan”.[4]

C.    Kritik Sanad Dan Matan
Hadis terdiri dari sanad dan matan. Keduanya merupakan hal yang tidak dipisahkan. Jadi untuk mengetahui kesahihan suatu hadis diperlukan penelitian dan pendalaman atas kedunya agar ditemukan suatu kesimpulan yang baik dan benar.
Penelitian sanad ini diperlukan  terutama karena hadis pada masa Rasul hanya dihafal dan disampaikan secara lisan. Ada dua hal pokok yang berkaitan dengan kritk sanad yang akan dilakukan disini yaitu persambungan sanad dan kepribadian perawi.
Persambungan sanad akan dikaji melalui biografi para perawi yang telah disusun oleh para muhadisin. Disamping itu juga kan dilihat dari shigat tahammul-nya. Ulama hadis sepakat bahwa shigat tahmmul melalui pendengaran dan bacaan langsung dinilai lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk penyampaian lainnya.[5]
Masalah selanjutnya yang perlu dikritisi adalah kepribadian perawi yang meliputi keadilan (kejujuran), kedhabitan (kekuatan hafalan), tidak syadz (tidak melenceng dari shahih) dan tidak berillat (tidak cacat). Keadilan dan kedabitan perawi dapat dilihat dari biografinya. Sedangkan keterbebasan rawi dari syadz dapat dilihat dengan cara membandingkannya dengan riwayat-riwayat lain dari hadis tersebut yang lebih kuat. Adapun ‘illat para perawi meliputi kebohongan, kelalaian dan kelemahan hafalan (ingatan).
Dari sudut matan ada beberapa hal yang perlu dikritisi yakni tidak adanya syadz dan cacat (‘illat) dalam matan tersebut. Syadz dapat diketahui dengan cara mambandungkan suatu matan hadis dengan matan lainnya yang lebih sahih sanadnya dari hadis yang pertama. Sedangkan cacat pada matan dikarenakan adanya wahm dikalangan perawi.[6]
Menurut Shalahuddin ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya wahm yaitu:
1.   Sahabat menyampaikan hadis yang pernah didengarnya dari Nabi Saw dan tidak mengetahuinya bahwa hal tersebut sudah mansukh.
2.   Terdapat pertukaran letak antara dua kata atau kalimat.
3.   Kalimat atau ucapan perawi tersisip di dalam matan hadis.
4.   Kurang cermat menggunakan lafal sehingga berbeda dengan makana yang dimaksud (dalam  periwayatan bil-almakna).
5.   Meriwayatkan sesuatu yang ia sendiri tidak mendengarnya dari Nabi.
Demikianlah yang perlu diperhatikan dalam pengkajian kritik sanad dan matan pada suatu hadis. Dengan ini diharapkan dapat diketahui kualitas atau status hadis tersebut untuk dapat dijadikan hujah (landasan hukum).
Ø  Pengenalan Rawi
               Pengenalan Rawi Pada Hadis Bukhari:
1)      Abu al-Yaman al-Hakam bin Nafi’ al-Bahrani al-Himsi.
Gurunya: Syua’ib bin Abi Hamzah, dll.
Muridnya: al-Bukhari, dll.
Jarh dan Ta`dil: ِAbdurrahman bin Abi Hatim berkata: Tsiqoh soduq. Ahmad bin Abdillah al-‘Ijliyi berkta: laa bas a bih. Anas ad-duriyu, Abu Bakr bin Abi Khaisumah berkata dia tsiqoh. Abu Zur’ah mengtakan laa basa bih. Dan telah disebutkan oleh ibnu Hibban fi kitabi tsiqoot.
2)      Syua’ib  bin Abi Hamzah, namanya adalah Dinar, at-Turaysiu al-Umawi, bekas budak dari Abu Bisyr al-Himsiy.
Gurunya: Ishaq bin ‘Abdullah bin Abi Farwah, Zaid bin Asalam, Abi Zinad ‘Abdullah bin dzakwan, ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman bin Abi Husain, ‘Abdullah bin Umar al-Quraysyiu, ‘Abdul ‘Ala bin Abi Amrah, ‘Abdul Wahab  bin Bukht, ‘Ikramah bin Khalid al-Makhzumiyu, Ghailan bin Anas, Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri, Muhammad bin al-Munkadir, Muhammad bin al-Walid az-Zubaidiy, Nafi’ maula ibnu Umar, Hisyam bin Urwah,Yazid bin Yazid bin Jabar.
Muridnya: Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad al-Fazari, Anaknya Bisyr bin Syua’ib bin Abi Hamzah, Baqitah bin al-Walid, Abu al-Yaman al-Hakam bin Nafi’ al-Bahraniy, Abu Haiwah Syuraih bin Yazid al-Hadrami, Abu Qotadah Abdullah bin Waqid, Abdullah bin Yazid al-Bakriy, Usman bin Sa’id bin kasir bin Dinar al-Himsiy, Ali bin Abas al-Himsi, Muhammad bin Sulaiman bin Abi Daud al-Harrani, Miskin bin Bukair dan al-Walid bin Muslim.
Jarh dan Ta`dil: al-mufadhal bin Ghassan menyatakan ia menghafal hadis sebanyak 1700 hadis. Abu Zur’ah ad-dimisqi menyatkan ia diatasnya Yunus dan setara dengan az-Zubaiditu. Abu Bakr al-Astam dari Ahmad bin Hanbal: Bahwa tulisan dalam bukunya sama précis dari syakal dan lainnya.  Muhammad bin Ali al-Juzjani dari Ahmad bin Hanbal:  sabtun salihul hadis.
3)   Az-Zuhriy  (Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdillah bin Syihab bin Abdilllah bin al-Haris bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’y bin Ghalib al-Quraisyiu az-Zuhri, Abu Bakr al-Madaniy.
Gurunya: Aban bin Usman bin ‘Affan, Ibrahim bin Abdullah bin Hunain, Ibrahim bin Abdirrahman bin ‘Auf, Ismail bin Muhammad bin Sa’d bin Abi Waqos, Anas bin Malik,  Uwais bin Abi Uwais, Atho bin Yazid al-Laisiy, dll.
Muridnya: Aban bin Shalih, Ibrahim bin Isma’il bin Mujamma’, Ibrahim bin sa’d az-Zuhri, Ibrahim bin Abi Ablah, Ibrahim bin Nasyit al-Wa’laniy, Syua’aib, dll.
Jarh dan Ta’dil: Abdurrahman bin Abi az-Zinad mengatakan kami ketawa bersama. Ibrahim bin Sa’ad dari Muhammad bin Ikramah menyatakan apabila ia telah menghafal hadis maka ia merobek ruqahnya. Ahmad bin sinan al-Qoththon dari Abdurrahaman bin Mahdi menyatakan dia orang yang pintar dan alim. Abdurrahman bin Ishaq dari az-Zuhri: Saya tidak ada keraguan pada hadis-hadis kecuali satu.Abu Bakr bin Manjauyah menyatakan dia melihat sepuluh dari sahabat Nabi dan dialah yang paling hafal pada masanya dan paling baik siyaknya dalam matan-matannya. Muhammad bin Sa’ad mengatakan az-zuhri tsiqoh. Abdurrahman mengatakan tidak ada orang yang paling pandai dari az-zuhri. Nasai mengatakan yang paling hasan sanadnya ada empat yaitu: Az-Zuhri dari Ali bin Husain, dari Husain bin Ali, dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah Saw dll.
4)      ‘Atho bin Yazid al-Laisi, al-Janda’iyu, Abu Muhammad, dan dikatakan: Abu zaid al-madani, dan dikatakan pula as-Syami.
Gurunya: Tamim ad-Dari, Humran bin Aban (maula Usman bin Affan), Ubaidullah bin Adi bin bin al-Khiyar, Abi Ayub al-Anshari, Ai Sa’labah al-Khusyaniyi, Abi Sa’id al-Khudri, Abi Hurairah.
Muridnya: Ismail bin Ubaidillah bin Abi al-Mahajir, Jamil bin Abi Maimunah, Dzakwan bin Abi Shalih as-saman, Ibnuhu Sulaiman bin Atho bin Yazid, Suhail bin Abi Shalih, Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri, Hilal bin Maimun ar-Ramali, Abu Ubaid Hajib Sulaiman bin Abdilmalik.
Jarh dan ta’dil: Ali bin al_madani mengatakan dia tsiqoh. An_nasai mengatakan juga tsiqoh. Muhammad bin Sa’ad menyatkan ia meriwayatkan banyak hadis.
5)      Aba Sa’id al-Khudri, (Sa’d bin Malik bin Sinan bin Ubaid bin Tsa’labah bin Ubaid bin al-Abjar, Dia adalah Khudrah bin Auf bin al-Haris bin al-Khajraj al-Anshari, Abu Sa’id al-Khudri, Sahabat Rasul).
Gurunya: Nabi Saw, Usaid bin Hudhair, Jabir bin Abdullah, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Salam, Abdullah bin Abas, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khatab, Akhihi liummhi Qotadah bin Nu’man, wa abihi Malik bin Sinan, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Abi Bakr as-Sidiq, Abi Qotadah al-Anshri, Abu Musa al-Asy’ari.
Muridnya: Ibrahim an_nakha’I, Mursal, Ismail bin Abi idris, al-Aghra Abu Muslim, Aflah(maula Abi Ayub al-Anshari), Ayub bi Basyir al-Anshari al-Mu’awiyi, Basyr bin Said, Atho bin Yazid, Atho bin Yasar,  ‘Athiyah al-‘Aufi, dll.
Jarh dan Ta`dil: Handhlah bin Abi Sufyan menyatakan dia adalah orang yang paling faqih (pandai dalam ilmu fiqh) dari sahabat-sahabat Nabi. Abu Umar bin Abdulbarri mengatakan ia dalah salah seorang yang hafal hadis dengan sangat banyak. Sedangkan Abu al-Muhaimin bin Abas bin Sahl mengaskan ia adalah salah seorang yang membaiat Nabi pada hadis” lata’khudna fi llah lumatan laim”.
                        Pengenalan Rawi Pada Hadis At-Tirmidzi:
1)      Abu ‘Ammar (al-Husain bin Hurais bin al-Husain bin Tsabit bin Qutbah al-Khuza’i, Abu Ammar al-Marwaziy maula Imran bin Husain).
Gurunya: Ismail bin Ulyah, Us bin al-Aslamiy,  Jarir bin Abdil Hamid, Sa’id bin Salim al-Qoddah, Sufyan bin Uyaynah,  Abdullah bin al-Mubarak, Abdullah bin Nafi bin Tsabit az-Zubairi, Abdurrahim bin Zaid al-Ammi, al-Walid bin Muslim, Yahya bin Sulaimath-Thaifi, dll.
Muridnya: Ibnu Majah, Abu Daud, Ibrahim bin Muhammad bin al-Hasan bin Matwaih al-Asbahaniy,  Ahamad bin Musa al-Jauhari, al-Bagdadi, Ishaq bin Ibrahim bin Ismail al-Bustiyu al-Qodhi, Ishaq bin Bunan, Muhammad bin Ali al-Hakim at-Tirmidzi, Muhammad bin Harun al-Hadhrami, dll.
Jarh dan Ta’dil: An-Nasai mengatakan dia seorang yang tsiqoh. Abu Hatim menyebutkannya dalam kitab Tsiqoot.
2)      Al-Walid bin Muslim al-Quraisyi, Abu al-Abbas ad-Damasyqi maula bani Umayyah.
Gurunya: Ishaq bin Abdillah bin abi Farwah, Ishaq bin Ubaidillah bin Abi Mulaikah, Abi Rafi’ Ismail bin Rafi’ al-Madani, Syabah bin al-Ahnaf al-Awza’I, Abi al-mu’la Sakhra bin Jandal al-Bairuti al-Qodhi, dll.
Muridnya: Ibrahim bin Ayub al-Haurani, Ibrahim bin al-‘Ala az-Zubaidi, Ibrahim bin al-Mundar, Ishaq bin Musa al-Anshari, Abu ‘Ammar al-Husain bin Huraits, al-Hakam bin al-Mubarak, dll.
Jarh dan Ta’dil: Muhammad bin Said dia mengatakan tsiqoh dalam kebanyakan hadis. Ahmad bin abi al-Hawari mengatakan ia sangat berilmu. Abu Zur’ah mengatkan dia termasuk hafidz hadis. Al-‘Ijliyu menyatakan ia seorang yang tsiqoh.
3)      Al-Awza’i(Syaibah bin al-Ahnaf al-Awza’I, Abu an-Nadhri asy-syami).
Gurunya: Abi Salam Ausud.
Muridnya: Muhammad bin Syua’ib bin Syabur, Hisyam Abu Abdullah, al-Walid bin Muslim.
Jarh dan Ta’dil: Abu Zar’ah menatakan ia seorang yang sanat berilmu. Ibnu Hibban menyatakan ia siqoh dalam kitabnya tsiqooh, Abu Hatim menyatakan: saya telah mendenar Duhaiman mengatkan: saya belum pernah mendenar dari al-Walid bin Muslim dari hadis Syabah bin al-Ahnaf satupun.
Adapun Az-Zuhri, ‘Atho bin Yazid al-Laisi dan Abi Sa’id al-Khudri telah dijelaskan diatas sebelumnya pad ahadis Bukhari.

Ø  Kritik Sanad
1)   Jika kita perhatikan hadis diatas dengan teliti niscaya kita menemukan lambang periwayatan yang digunakan oleh para perawi terlihat bahwa mereka menggunakan tiga lambing yakni حدثنا/ حدثنى, اخبرنا/ اخبرنى          dan عن  .
2)   Maka ini telah menjadi bukti adanya ilqo (pertemuan) antara perawi yang satu dengan yang lainnya karena periwayatan diatas telah disepakati oleh ulama hadis sebagai perlambang adanya pertemuan muka antara keduanya.
3)   Pada hadis Bukhari kami menyimpulkan bahwa hadis ini hadis yang siqoh dan bisa disebut sahih.
4)   Tetapi pada hadis at-Tirmidzi, walupun berlambangkan حدثنا/ حدثنى, اخبرنا/ اخبرنى dan عن  . Belum bisa disebut sahih, karena setelah kami teliti dari persambungan antara perawi yang satu dengan lainnya ada yang tidak bersambung. Yang terletak pada al-Awza’i dan Az-Zuhri, pada tahdibul kamal dsebutkan atau dituliskan bahwa al-Awza’i tidak mempunyai guru yang bernama az-Zuhri begitu pula sebaliknya.
Berangkat dari pengenalan rawi dan analisa sanad diatas terlihat bahwa seluruh rawi dari hadis ini tsiqoh. Walaupun ada yang menilai bahwa az-Zuhri sering ketawa, tetapi hal ini tidak mempengaruhi akan ketsiqohannya karena banyak dari muhadisin yang menilainya tisqoh. Hal ini dapat kita lihat dari biografi atau riwayat hidup mereka.  Sedangkan dari sudut ketersambungan bahwa terlihat sanadnya muttashil pada hadis Bukhari. Hal ini tampak antara sanad yang satu dengan sanad diatasnya yang berstatus guru dan murid. Dengan demikian dari segi sanad hadis ini berstatus sahih. Tetapi pada hadis at-Tirmidzi, hadis tersebut munqothi’. Maka kita dapat menyimpulkan bahwa hadis tersebut adalah hadis sahih hasan dikarenakan adanya pertentangan status hadis yang sahih dan yang munqothi.
Ø Kritik Matan.
Meskipun sanad hadis yang diteliti diatas berkualitas sahih hasan, tidak mesti matannya juga sahih hasan, oleh karena itu kegiatan selanjutnya adalah meneliti matan hadis yang dimaksud. Karena hadis ini hanya satu terdapat di sahih bukhari, maka tidak diperlukan al-tarjih[7], al-jam’u al-taufiq[8], nasikh wa mansukh[9] dan at-taufiq[10].
Dalam konteks diatas, bahwa manusia yang paling utama adalah mukmin yang berjihad dijalan Allah dengan jiwa dan hartanya. Tetapi hadis itu hanya berlaku pada waktu-waktu yang dikhusukan, dan ulama lebih utama.[11]Kita bisa melihat pada zaman sekarang bahwa hal yang lebih diutamakan adalah pendidikan dan pengajaran. Jihad bukan hanya dimedan perang saja akan tetapi mencari ilmu juga bisa dibilang berjihad bahkan dengan pena sekalipun.
Sedangkan setelahnya yaitu Mukmin yang terasingkan karena bertaqwa kepada Allah dan menghindari orang banyak agar ia tidak terlanda kejelekan. Tetapi para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian ulama mengatakan menghindari orang banyak dan mengasingkan diri dari keramaian dikarenakan takut terbawa atau terjadi fitna itulah orang yang utama. Sebagian dari lainnya mengatkan orang yang utama adalah yang bergaul dengan mereka dan membawa mereka kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan atau maksiat, dan ini sesuai dengan jumhur ulama berdasarkan hadis Nabi Saw yang berbunyi: Orang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas cobaan mereka (keburukan),  maka pahalanya lebih besar dari orang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak dapat bersabar akan cobaan dari mereka.[12]

D.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan hadis ini dari segi sanadnya sahih hasan. Dilihat dari segi matannya juga sahih hasan tetapi harus melihat sikon dan zaman. Begitu pula dalam pengasingan dari kemaksiatan itu juga perlu melihat sikon, jika imannya kuat maka ia boleh bergaul dan berdakawah untuk mengajak kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan. Maka hadis ini bisa dijadikan pegangan atau hujah tetapi dengan syarat harus melihat kondisi dan waktu.

E.     Refrensi
  
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail ibnu Ibrahim al-Mughirah bin Bardzabah al-Bukhari al-Ja’fiyi, Sahih al-Bukhari al-Juzu ats-tsalis, Darulkutub al-‘ilmiyah, Bairut, Lebanon, tt.
Abu ‘Isa Mahmud bin ‘Isa bin Surah at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi al-Jami’ as-Sahih Juz 3, Thaha Safutra, semarang, Indonesia, tt
Al-Imam al-‘Alamah Badruddin Abi Muhammad Mahmud bin Ahmad al-‘Ainiyi, Umdatu al-Quro (Syrhu Shahihi al-Bukhari) juz 13, Dar al-Fikr, tt.
Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadzi al-Hadisi an-Nabawi.
Imam az-zabidi, Mukhtashar Sahih Bukhari (Ringkasan Sahih Bukhari), Pustaka Amam, Jakarta, 2002.
Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mazyi, Tahdib al-Kamal fii asmai ar-rijal, Dar-alFikr, Lebanon, Beirut, tt.
Nashruddin Baidan, Relasi Gender Dalam Islam, Pustaka Studi Islam STAIN Surakarta, PressJakarta,2002.
   


[1] Nashruddin Baidan, Relasi Gender Dalam Islam, Pustaka Studi Islam STAIN Surakarta, PressJakarta,2002, hal 86.
[2] Abi Abdillah Muhammad bin Ismail ibnu Ibrahim al-Mughirah bin Bardzabah al-Bukhari al-Ja’fiyi, Sahih al-Bukhari al-Juzu ats-tsalis, Darulkutub al-‘ilmiyah, Bairut, Lebanon, tt. Hal 272.
[3] Imam az-zabidi, Mukhtashar Sahih Bukhari (Ringkasan Sahih Bukhari), Pustaka Amam, Jakarta, 2002, hal, 574.
[4] Abu ‘Isa Mahmud bin ‘Isa bin Surah at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi al-Jami’ as-Sahih Juz 3, Thaha Safutra, semarang, Indonesia, tt. Hal 105-106.
[5] Dikutip oleh Erwati Aziz dalam Relasi Gender dalam Islam, dari Muhammad ‘Ajaj al-Khathib, Ushul al-Hadis ‘Ulumuhu wa Musthalahuhu, Beirut, Dar al-Fikr, 1975, p. 24.
[6] Dikutip oeh Erwati Aziz dari Shalahuddin ibn Ahmad al-Adhabi, Manhaj Naqd al-Matan, Bairut, Dar al-Afaz al-Jadidah, 1983, p.106.
[7] Al-tarjih adalah meneliti dan menentukan  petunjuk hadis yang memiliki argumen yang lebih kuat.
[8] Yaitu kedua hadis yang tampak bertentangan itu dikompromikan, atau sama-sama diamalkan sesuai konteksnya.
[9] Yaitu petunjuk hadis yang satu dinyatakan sebagai “penghapus”, sedang hadis yang satunya lagi sebagai “yang dihapus.
[10] Yaitu menunggu sampai ada petunjuk atau dalil lain yang dapat menjernihkan dan menyelesaikan pertentangan.
[11] Al-Imam al-‘Alamah Badruddin Abi Muhammad Mahmud bin Ahmad al-‘Ainiyi, Umdatu al-Quro (Syrhu Shahihi al-Bukhari) juz 13, Dar al-Fikr, tt, hal 83.
[12] Ibid, 84.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar